Sabtu, 01 Juni 2013

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
           
            Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa beserta segala apa yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 tersebut di ketahui bahwa kemakmuran masyarakat yang
menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.Negara Indonesia sebagai organisasi dari seluruh rakyat Indonesia, dibentuk guna mengatur dan menyelenggarakan segala kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, seluruh rakyat Indonesia melimpahkan wewenang yang dimilikinya berkenaan dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa tersebut kepada Negara selaku Badan Penguasa yang berwenang sepenuhnya menguasai, mengatur dan menyelenggarakan berkenaan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yangterkandung di dalamnya guna terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat diberikan hak untuk menguasai tanah dalam rangka untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, yang dikenal sebagai hak menguasai negara. Negara menguasai artinya negara sebagai badan penguasa mempunyai wewenang untuk pada tingkatan tertinggi (1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; (2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa dan (3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
            Negara selaku Badan Penguasa dapat mengatur bermacammacam
hak-hak atas tanah seperti yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA. Pemberian beberapa macam hak atas tanah baik kepada perorangan maupun badan hukum, disamping memberikan wewenang untuk mengelola tanah tersebut sesuai dengan hak yang dipegangnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan pembatasan yang berlaku itu, juga membebankan kewajiban kepada pemegang hak tersebut untuk mendaftarkan hak atas tanahnya dalam rangka menuju kepastian hukum.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

1. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
            Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini, disebutkan definisi dari Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat aktaakta tanah tertentu. Menurut Boedi Harsono, yang dimaksud PPAT adalah suatu jabatan (ambt) dalam tata susunan hukum agrarian nasional kita, khususnya hukum yang mengatur pendaftaran tanah. Dapat diartikan juga “orang” yang menjabat jabatan tersebut.Berdasarkan pengertian di dalam peraturan PemerintahNomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, dapat disimpulkan bahwa, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah “ Pejabat Umum “. Menurut Effendi Perangin, Pejabat Umum adalah orang yang diangkat oleh instansi yang berwenang dengan tugas melayani masyarakat\ umum di bidang kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu yang dimaksud diatas diantaranya untuk membuat Akta. Menurut Effendi Perangin.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat yang berwenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan.Pendapat Effendi Perangin di atas , pada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan yang ada sekarang, karena fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sekarang tidak mencakup sebagai pejabat yang menggadaikan tanah atau pejabat yang meminjamkan uang lagi, sehingga perlu dibuat pemahaman baru terhadap pengertian tersebut. Apabila sebuah akta itu dibuat oleh Pejabat Umum, bentuknya sesuai dengan yang ditentukan oleh       Undang-Undang dan dibuat didaerah kewenangannya, maka akta tersebut adalah akta otentik. Perlindungan menyatakan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai suatu lembaga umum yang diangkat oleh pemerintah tetapi tidak digaji oleh pemerintah dan mempunyai kekuasaan umum, artinya akta-akta yang diterbitkan merupakan akta otentik.

2. Dasar Hukum PPAT
a. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Hak Tanggungan atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa:
 “ PPAT yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebanankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah , pada pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa :
“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibua oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku”.
c. Peraturan pemerintah No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
d. PMA/Ka.BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

3. Macam-macam Pejabat Pembuat Akta (PPAT)
            Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang merupakan
Pejabat Umum ada bermacam-macam. Dalam Pasal 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 disebutkan ada 3 (tiga) macam :
a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (umum) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
b. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
c. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah tertentu khususnya dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu Seperti yang telah ditentukan dalam PP nomor 24 Tahun 1997, maka jabatan PPAT, PPAT Sementara dan PPAT Khusus adalah memegang peranan sangat penting. Oleh karena itu sudah sewajarnya apabila seseorang yang menjabat jabatan tersebut dianggap tahu dan tentunya harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pendaftaran tanah dan yang berkaitan dengan itu.

4. Tugas Dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
a. Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT)
Tugas-tugas PPAT antara lain : untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium ( daftar dari akta-akta yang dbuatnya), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah , tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.
            PPAT mempunyai kewajiban untuk mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT setiap awal bulan dari bulan yang sudah berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi/Daerah, Kepala Perpajakan, dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT juga mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta , dan menjilid akta serta warkah pendukung akta. Tugas pokok PPAT menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah :
“melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tertentu”.
            Perbuatan hukum yang dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah:
1) Jual beli;
2) Tukar menukar;
3) Hibah;
4) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5) Pembagian hak bersama;
6) Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
7) Pemberian Hak Tanggungan;
8) Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan;

b. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
            PPAT mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 37 tahun 1998 mengenai hak atas tanah dan Hak Milik AtasSatuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
            Pada setIp akta otentik dikenal 3 (tiga) macam kekuatan Pembuktian yaitu : Kekuatan bukti lahir, kekuatan bukti formal dan kekuatan material. Kekuatan bukti lahir berkenaan dengan syarat-syarat formil suatu akta otentik dipenuhi atau tidak. Bila syarat-syarat formal dipenuhi, maka bentuk yang tampaknyadari luar secara lahiriah sebagai akta otentik dianggap aktaotentik, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Kekuatan bukti formal berkenaan dengan soal kebenaran peristiwa yang disebutkan dalam akta otentik. Artinya, pejabat dan pihak-pihak yang berkepentingan menerangkan dan melakukan seperti disebutkan dalam akta otentik dan benar demikian adanya. Kekuatan bukti material berkenaan dengan kebenaran isi akta otentik. Artinya benar bahwa yang tercantum dalam akta otentik seperti menurut kenyataannya.

5. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah
a. Kewajiban PPAT
            PMA/Ka.BPN Nomor 1 Tahun 2006 Pasal 45 menyebutkan bahwa PPAT mempunyai kewajiban:
1) Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan
sebagai PPAT;
3) Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
4) Menyerahkan protokol PPAT dalam hal :
a) PPAT yang berhenti menjabat sebagaimana dimaksud dalAm Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) kepada PPAT di daerah kerjanya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan;
b) PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara kepada PPAT Sementara yang menggantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan;
c) PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT KhusuS kepada PPAT Khusus yang menggantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan.
5) Membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang dibuktikan secara sah;
6) Membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan cuti atau hari libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama dengan jam kerja Kantor Pertanahan setempat;
7) Berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pengangkatan PPAT;
8) Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/ Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan;
9) Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah jabatan;
10) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan;
11) Lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan. PPAT wajib merahasiakan isi akta. Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT, menegaskan sumpah jabatan bagi PPAT agar menjaga kerahasiaan isi akta. Ditegaskan dalam sumpah jabatan tersebut …”bahwa saya, akan merahasiakan isi akta-akta yang dibuat di hadapan saya dan protokol yang menjadi tanggung jawab saya, yang menurut sifatnya atau berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan.

b. Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
            Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yaitu dalam membuat dan menerbitkan Akta Peralihan Hak Atas Tanah, harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Sebelum membuat dan menerbitkan Akta Peralihan Hak Atas Tanah, yang harus diperhatikan terlebih dahulu mengenai sertipikat Hak Atas Tanah yang bersangkutan. Apabila tanah tersebut telah terdaftar akan tetapi belum memiliki sertipikat Hak Atas Tanah, maka sebagai pengantian dari sertipikat Hak Atas Tanah tersebut adalah Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah (SKPT) atas tanah yang dibuat dan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, yang isinya menerangkan bahwa hak atas tanah tersebut belum memiliki Sertipikat Hak Atas Tanah.
            Untuk tanah-tanah/hak atas tanah yang belum didaftarkan, maka pemilik hak atas tanah dapat mengajukan permohonan kepada lurah/kepala desa setempat untuk dibuatkan dan diterbitkan Surat Keterangan Hak Milik atau Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diketahui oleh Camat
setempat.
            Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah:
1. PPAT wajib bersumpah
2. PPAT wajib segera menyampaikan akta yang telah dibuat dan diterbitkan serta warkah lainnya yang diperlukan untuk pembuatan dan penerbitan sebuah akta lainnya kepada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota setempat untuk didaftarkan dalam “Buku Tanah” dan dicantumkan pada “Sertipikat Hak Atas Tanah” yang bersangkutan;
3. PPAT wajib membuat “ Daftar Akta” yang telah dibuat dan diterbitkan, menurut bentuk yang telah ditentukan dalam Peraturan yang berlaku;
4. PPAT wajib menjalankan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional dan Pejabat yang mengawasinya;
5. PPAT dalam setiap bulannya wajib menyampaikan “ Laporan Bulanan” yang dibuatnya selama satu bulan kepada kepala Kantor badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota akan melaporkan hasil pengamatannya kepada Kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan nasional propinsi setempat;
Menurut Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Pejabat pembuat Akta Tanah juga memiliki larangan-larangan untuk memuat dan menerbitkan Akta Peralihan Hak, yaitu bagi tanah yang belum jelas status haknya. Dengan kata lain, PPAT harus menolak pembuatan dan penerbitan Akta Peralihan Hak apabila :
a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftardaftar yang ada di kantor pertanahan;
b. Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar kepadanya
tidak disampaikan :
1) Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan kepala desa/lurah yang menyatakan yang bersangkutan dalam hal menguasai bidang tanah tersebut tidak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 24 ayat (2);
2) Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat atau keterangan bahwa tanah yang letaknya jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan dari yang bersangkutan, dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah;
3) Salah satu pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 PP Nomor 24 Tahun 1997 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian, atau;
4) Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar surat kuasa mutlak (yaitu surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali dan apabila pihak yang
ditunjuk meninggal dunia tidak bisa dialihkan kepadapihak lain) yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak ;atau
5) Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum memperoleh izin pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut perundang-undangan yang berlaku; atau
6) Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan data yuridisnya; atau
7) Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang bersangkutan.

6. Wilayah Hukum Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pada Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) dikatakan :
a. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya;
b. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukkannya.
Selanjutnya dalam Pasal 14 disebutkan bahwa formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ditetapkan oleh Menteri. Apabila formasi Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT) sehingga apabila terjadi pergantian camat maka Camat baru tidak dapat ditunjuk sebagai PPAT. Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Penetapan Formasi Pejabat Pembuat
Akta Tanah(PPAT) di Kabupaten/Kota. Formasi PPAT ditentukan dalam Pasal 2 PMA/Ka.BPN No. 4 Tahun 1999 tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan tentang formasi Camat sebagai PPAT Sementara berdasar  Pasal 2 PP Nomor 37 Tahun 1998 adalah :

“ Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap daerah
kerja PPAT dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut :
a. Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan;
b. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan
c. Jumlah bidang tanah yang sudah bersertipikat di daerah
bersangkutan;
d. Frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prignosa mengenai pertumbuhannya;
e. Jumlah rata - rata akta PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan;
            Selanjutnya dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang formasinya belum terpenuhi dapat di tunjuk sebagai PPAT Sementara dan untuk penunjukkan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dilakukan oleh Menteri setelah diadakan penelitian mengenai keperluannya berdasarkan letak desa yang sangat
terpencil dan banyak bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa itu.

B. Tinjauan Umum Tentang Camat Sebagai Pejabat Pembuat
Akta Tanah ( PPAT) Sementara
1. Pengertian Camat
            Luasnya wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan karena adanya tuntutan terlaksananya pembinaan masyarakat diberbagai sektor, maka Menteri Dalam negeri atas nama Pemerintah Pusat melimpahkan wewenangnya kepada pejabat-pejabat yang ada di daerah untuk melakukan pembinaan. Para pejabat yang dimaksud adalah Kepala Wilayah yang merupakan penguasa tunggal wilayahnya. Mereka merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat dan bukan hasil pilihan rakyat melalui pemilu. Salah satu kepala wilayah yang dimaksud disini dan tentunya merupakan pokok pembahasan tesis ini adalah Camat. Pengertian Camat ini dapat di lihat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan.

2. Dasar Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) Sementara
Dasar hukumnya dapat di lihat dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor : 37 Tahun 1998, yaitu:
“ Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat dibawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus: Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa dalam hal tertentu kepala Badan dapat menunjuk camat dan/atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara.

3. Tugas Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara
Camat sebagai PPAT Sementara, tugasnya sama dengan yang dilakukan oleh PPAT antara lain : untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium ( daftar dari akta-akta yang telah dbuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah , tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat ) dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.

4. Kewajiban Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara
Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewajiban untuk mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT Sementara setiap awal bulan dari bulan yang sudah berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi/Daerah, kepala
Perpajakan, dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT Sementara juga mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta , dan menjilid akta serta warkah pendukung akta.

C. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah, merupakan perintah dari Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Lembaga pendaftaran tanah dalam sejarah pertanahan di Indonesia dan yang berlaku secara nasional adalah dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Peraturan Pemerintah ini kemudian disempurnakan dengan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Lembaran Negara Nomor 59 tahun 1997 tanggal 8 Juli 1997 dan baru berlaku tanggal 8 Oktober 1997 (Pasal 66).
Pengertian Pendaftaran Tanah di dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah : “ Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bnkti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”
Pengumpulan keterangan atau data dimaksud meliputi:
a. Data fisik, yaitu mengenai tanahnya: lokasinya, batas-batasnya, luasnya bangunan dan tanaman yang ada di atasnya;
b. Data Yuridis, yaitu mengenai haknya: haknya apa, siapa pemegang haknya, ada atau tidak hak pihak lain di atasnya;

2. Cara Pendaftaran Tanah
Cara pendataran tanah dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayahwilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sporadik.27
b. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendafataran tanah yang bersangkutan dan luasanya. Dalam menyelenggarakan hak atas tanah dikenal dua asas, yaitu :
1) Asas Spesialis
Asas spesialitas ini dapat kita lihat dengan adanya data fisik Data fisik tersebut berisi tentang luas tanah yang menjadi subyek hak, letak tanah tersebut, dan juga penunjukkan batas-batas secara tegas.
2) Asas publisitas
Asas publisitas ini tercermin dari adanya data yuridis mengenai hak atas tanah seperti subyek hak nama pemegang hak atas tanah, peralihan hak atas tanah serta pembebanannya.

3. Manfaat Pendaftaran Tanah
Fungsi Pokok dari pendaftaran tanah ialah, untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum tertentu, pendaftaran mempunya fungsi lain, yaitu untuk memenuhi sahnya perbuatan hukum itu. Artinya, tanpa dilakukan pendaftaran , perbuatan hukum itu tidak terjadi dengan sah menurut hukum.
Manfaat dari Pendaftaran tanah yang kita lakukan antara lain:30
a. Bagi Masyarakat
1) Mendapatkan jaminan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah mengindari adanya perselisihan perselisihan tentang masalah pertanahan yang biasanya timbul pada masyarakat pedesaan, masalah batas tanah dapat juga menimbulkan pertengkaran. Dengan adanya sertipikat yang menjadi bukti kepemilikan hak atas tanah yang memuat data yuridis dan data teknik mengenai hak atas tanah pertengkaran tersebut dapat dicegah atau pun dihindari
2) Memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang memerlukan data-data tentang tanah yang telah didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional
b .Bagi Pemerintah
1) Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, sehingga diperlukan data-data tanah yang sudah didaftarkan pemerintah dapat diperoleh dengan cepat.
2) Meningkatkan pendapatan Negara dari pemasukan Negara lain melalui pendaftaran.
3) Meningkatkan pendapatan Negara dari sektor pajak ( pajak bumi dan bangunan)

4. Tujuan Diselenggarakan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran Tanah, menurut Pasal 3 PP No 24 Tahun 1990 bertujuan:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat tanda buktinya.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tujuan pendaftaran tanah juga untuk menghimpun dan menyediakani informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dangan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap atau masih bersengketa, walaupun untuk tanah-tanah yang demikian belum dikeluarkan sertipikat tanda bukti haknya. Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dijelaskan juga sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat yang dinyatakan sebagai alat bukti yang kuat oleh Undang-Undang Pokok Agraria.
Kantor Pertanahan, yang menyelenggarakan pendaftaran tanah tersebut adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional wilayah Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota atau wilayah administrasi lainnya, setingkat yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah menurut Peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang merupakan penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 meliputi kegiatan :
1) Pengumpulan dan pengolahan data fisik
2) Pembuktian hak dan pembukuannya
3) Penerbitan sertipikat
4) Penyajan data fisik dan data yuridis
5) Penyimpanan daftar umum dan dokumen
6) Hak atas tanah yang harus didaftarkan

5. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali (initial registration). Kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang terdiri atas :
1) Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
2) Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan hak-haknya;
3) Penerbitan sertifikat;
4) Penyajian data fisik dan data yuridis; dan
5) Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pendaftaran untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran secara sistimatik dan pendaftaran secara sporadik. Pendaftaran sistimatik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi ditentukan Badan Pertanahan Nasioanal (pemerintah), waktu penyelesaian dan pengumuman lebih singkat serta dibentuk panitia. Sedangkan Pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi ditentukan oleh pemilik tanah yang bersangkutan, waktu penyelesaian dan pengumuman lebih lama serta tidak mempunyai panitia pendaftaran. Pada saat pengumpulan dan pengolahan data fisik, maka dilakukan kegiatan dan pemetaan yang meliputi:
1) Pembuatan peta dasar pendaftaran, yang digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistimatik, serta digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sebelumnya
sudah didaftar. Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat direkontniksi di lapangan setiap saat;
2) Penetapan batas bidang-bidang tanah.Untuk memperoleh data fisik yang diperiukan, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batasbatasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tandatanda batasnya disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. Dalam penetapan batas tersebut harus melibatkan tetangga yang berbatasan dengan tanah tersebut (deliminasi kontradiktoir);
3) Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran. Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran. Apabila belum ada kesepakatan mengenai penetapan batas-batas tersebut, maka dibuatkan berita acara dan dalam gambar diberi catatan bahwa batas-batas tanahnya masih mempakan batas sementara;
4) Pembuatan Daftar Tanah. Bidang-bidang yang sudah dipetakan atau dibukukan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran, dibukukan dalam daftar tanah yang digunakan sebagai sumber informasi lengkap mengenai tanah tersebut:
5) Pembuatan Surat Ukur. Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang-bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran dibuatkan surat ukur; Setelah kegiatan-kegiatan tersebut, tahap berikutnyaadalah dilakukan Pembukuan Hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang selanjutnya penerbitan Sertipikat sebagai Surat Bukti Haknya guna kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis . Untuk penyajian data fisik dan data yuridis bagi pihakpihak yang membutuhkan atau berkepentingan, maka diselenggarakan tata usaha pendaftaran tanah berupa daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran; daftar tanah; surat ukur; buku tanah dan daftar nama. Menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 daftar umum dan dokumen tersebut selanjutnya disimpan.

6. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah (maintenance).
Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi penambahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah didaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Pertanahan. Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikatakan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :
1.pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;
2.pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya;
Menurut Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Jual Beli sebagai suatu kegiatan pendaftaran yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan data yuridis, wajib dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kegiatan pendaftaran mengenai peralihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a di atas, hanya dapat dilakukan dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Pasal 37 ayat (1) menyebutkan: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukkan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perunmdang-undangan yang berlaku. Sedangkan dalam Pasal 38 disebutkan:
(1) Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum ini;
(2) Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta Hak Atas Tanah diatur oleh Menteri;

7. Obyek Pendaftaran Tanah
Dalam Pasal 9 PP No 24 Tahun 1997 obyeknya meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak milik atas satuan rumah susun;
e. Hak tanggungan;
f. Tanah negara;
Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.

8. Sistem Pendaftaran Tanah Yang digunakan
Menurut Boedi Harsono system pendaftaran tanah ada dua macam, yaitu :
a. Sistem Pendaftaran Hak
Sistem pendaftaran hak yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak (registration of tittles), sebagaimana digunakan dalam peneyelenggaraan pendaftaran tanah menurut Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Hal tersebut dapat kita lihat dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sebagaimana surat tanda bukti hak yang didaftar.
b. Sistem Pendaftaran Akta
Sistem ini pernah dilakukan sebelum masa kemerdekaan jaman Belanda. Pendaftaran akta (registration of deeds) yang didatarkan adalah aktanya. Sistem yang digunakan dalam pendaftaran tanah ini, adalah sistem pendaftaran hak (registration of title), sebagaimana digunakan dalam penyelenggaran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang disempurnakan dengan Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, bukan sistim pendaftaran akta. Hal tersebut tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar. Status hak atas tanah seperti hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut. Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur tersebut, merupakan bukti, bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menentukan bahwa : untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan diterbitkan sertipikat sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.

9. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
a. Sistem Publikasi Positif       
Di dalam sistem publikasi positip sertipikat merupakan alat bukti mutlak, artinya tidak bisa diganggu gugat karena sekali di daftar tidak bisa di rubah. Buku tanah di dalam sertipikat tersebut adalah segala-galanya atau the register is everything.
b. Sistem Publikasi Negatif
Sistem ini alat bukti sertipikat berkedudukan sebagai bukti yang kuat , artinya selama tidak bisa dibuktikan sebaliknya oleh orang lain maka pemegang sertipikat mendapat perlindungan hukum. Apabila orang lain bisa membuktikan , maka orang lain tersebut yang mendapatkan perlindungan hukum dengan sertipikat tersebut bisa dirubah dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga hasil akhir pihak ke tiga yang benar tadi mendapat sertipikat yang sudah di rubah.
c. Sistem Publikasi Yang Dipergunakan di Indonesia Berdasarkan UUPA jo PP 24 /1997 di Indonesia cenderung menggunaka sistem publikasi yang negative karena berdasarkan sejarah di Indonesia sistem adminstrasi pertanahannya masih belum tertib administrasi.Dalam praktek Indonesia memilih publikasi negatif tapi tidak sistem publikasi negatif murni tetapi menganut unsur-unsur yang positif. Bukti mengandung unsur positif :
1) Dalam melakukan pendaftaran sebelum terbit sertipikat dilakukan pengumuman terlebih dahulu
2) Melakukan pengecekan secara fisik di lapangan . Dalam pengecekan akan dicocokkan dengan pemilik yang berbatasan yang di sebut cara contradictoire de limitie ,dengan demikian cara pilihan sistem publikasi pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem Publikasi Negatif mengandung unsur-unsur Positif. Maksudnya adalah karena selain mengandung unsur sistem publikasi negatif (yaitu negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan), juga mengandung unsur positif yaitu adanya kewajiban bagi pejabat tanah untuk aktif dalam proses pendaftaran tanah. Sistem Negatif yang mengandung unsur-unsur Positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sistem publikasi yang digunakan bukan sistem publikasi negatif murni. Sebab sistem publikasi negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal Undang-Undang Pokok Agraria tersebut, bahwa sertipikat merupakan alat bukti yang kuat.

10. Kekuatan Pembuktian Sertipikat
Sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,artinya bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridisnya sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang tersedia. Sehingga, apabila selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis  yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah, harus diterima sebagai data yang benar dan pasti. Dengan kata lain, yang dapat dibuktikan dari sertipikat adalah:
a. Data Fisik Tanah, yaitu data mengenai fisik tanah bersangkutan, menyangkut tentang: letak tanah, batas-batas tanah dan luas tanah;
b. Data Yuridis Tanah, yaitu data mengenai yuridis tanah bersangkutan, menyangkut tentang: haknya apa, siapa pemiliknya dan ada atau tidak hak-hak lain yang membebaninya

D. Hubungan Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) Sementara Dengan Pendaftaran Tanah
Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dikatakan bahwa :
“ Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah diseluruh wilayah Indonesia menurut ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah “.
Pasal 19 ayat (1) tersebut diketahui bahwa pendaftaran tanah sangat penting untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, oleh karena itu pendaftaran tanah harus diselenggarakan diseluruh wilayah Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan kekurangan PPAT, maka suatu kecamatan yang belum diangkat seorang PPAT, camat yang ada pada kecamatan itu karena jabatannya menjadi PPAT Sementara. Sebagai PPAT Sementara, camat mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dengan PPAT. Hubungan antara Camat dengan pendaftaran tanah terjadi karena perintah dari Pasal 5 ayat (3a) PP No.37 tahun 1998 yang menyebutkan Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara. Jika untuk kecamatan itu telah diangkat seorang PPAT, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi camat dari kecamatan itu. Penggantinyatidak lagi menjabat sebagai PPAT.Melihat betapa pentingnya Pendaftaran Tanah agar terciptanya kepastian hukum hak atas tanah, maka pendaftaran tanah harus diselenggarakan, untuk itu perangkat dan pejabat di daerah juga harus tersedia lengkap terutama seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
            Jika suatu daerah tidak tersedia PPAT, untuk dapat memenuhi kebutuhan kekurangan PPAT, suatu kecamatan yang belum diangkat seorang PPAT, Menteri dapat menunjuk Camat yang ada pada kecamatan itu menjadi PPAT Sementara, dengan ketentuan camat tersebut harus mengajukan permohonan untuk itu. Adapun tugas dan kewajiban PPAT Sementara tersebut sama dengan PPAT Notaris. Dengan kata lain, apabila seorang camat ingin mengajukan untuk menjadi seorang Camat ingin mengajukan untuk menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara,maka persyaratannya juga harus sama dengan persyaratan seorang PPAT Notaris atau harus sesuai dengan apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sebaliknya apabila suatu daerah formasi jumlah PPAT telah mencukupi, maka Menteri harus menolak permohonan tersebut.

1. Kedudukan Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) Sementara
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dikatakan : bahwa Camat adalah kepala kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau Walikota.
Selain sebagai kepala kecamatan, Camat juga sebagai PPAT Sementara. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia ,pengertian kedudukan adalah status yaitu keadaan atau tingkatan orang, badan atau Negara.35 Kedudukan juga dapat diartikan sebagai tempat pegawai tinggal untuk melakukan pekerjaan atau jabatannya. Jadi kedudukan camat sebagai PPAT Sementara karena status Camat sebagai kepala kecamatan pada kecamatan tempat ia tinggal untuk melakukan jabatannya. Kedudukan camat sebagai PPAT Sementara adalah sama kedudukannya dengan PPAT, yaitu sebagai pejabatumum. Sedangkan di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 126 ayat (2) disebutkan bahwa: "Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kecamatan yang dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Pasal 126 ayat (3) menyebutkan bahwa; selain tugas dimana dimaksud pada ayat (2) camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
1) Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat ;
2) Mengkoordinasikan upaya menyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
3) Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
4) Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
5) Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
6) Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
7) Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan;
Jadi artinya, selain sebagai kepala kecamatan, Camat mempunyai tugas-tugas lain, diantaranya menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT sama kedudukannya
dengan PPAT/Notaris. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara sama kedudukannya dengan PPAT/Notaris, tetapi seorang Pejabat pembuat Akta Tanah Sementara hanya berwenang membuat akta mengenai tanah-tanah yang terletak dalam daerah kerjanya.  

2. Fungsi Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pengertian fungsi adalah jabatan atau pekerjaan yang dilakukan. Fungsi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan pekerjaan atau tugasnya. Fungsi camat sebagai PPAT adalah membuat akta tanah.
Fungsi ini tercipta karena jabatan pekerjaan yang dilakukan yaitu sebagai kepala kecamatan. Sebagai PPAT Sementara, pertanggungjawaban Camat sama dengan PPAT lainnya yaitu kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, Kepala Kantor Pertanahan Kota dan Kabupaten, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pertanggungjawaban sebagai PPAT Sementara ini berupa laporan bulanan yang diberikan secara rutin setiap bulannya. Surat keputusan penunjukan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta tanah Sementara ditandatangani oleh kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri sesuai bentuk yang sudah ditetapkan.























BAB III
P E N U T U P


A. Kesimpulan
Tugas-tugas PPAT antara lain : untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium ( daftar dari akta-akta yang dbuatnya), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah , tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.
            PPAT mempunyai kewajiban untuk mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT setiap awal bulan dari bulan yang sudah berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi/Daerah, Kepala Perpajakan, dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT juga mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta , dan menjilid akta serta warkah pendukung akta. Tugas pokok PPAT menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah :
“melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tertentu”.
            Perbuatan hukum yang dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah:
1) Jual beli;
2) Tukar menukar;
3) Hibah;
4) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5) Pembagian hak bersama;
6) Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
7) Pemberian Hak Tanggungan;
8) Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan;

b. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
            PPAT mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 37 tahun 1998 mengenai hak atas tanah dan Hak Milik AtasSatuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
            Pada setIp akta otentik dikenal 3 (tiga) macam kekuatan Pembuktian yaitu : Kekuatan bukti lahir, kekuatan bukti formal dan kekuatan material. Kekuatan bukti lahir berkenaan dengan syarat-syarat formil suatu akta otentik dipenuhi atau tidak. Bila syarat-syarat formal dipenuhi, maka bentuk yang tampaknyadari luar secara lahiriah sebagai akta otentik dianggap aktaotentik, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Kekuatan bukti formal berkenaan dengan soal kebenaran peristiwa yang disebutkan dalam akta otentik. Artinya, pejabat dan pihak-pihak yang berkepentingan menerangkan dan melakukan seperti disebutkan dalam akta otentik dan benar demikian adanya. Kekuatan bukti material berkenaan dengan kebenaran isi akta otentik. Artinya benar bahwa yang tercantum dalam akta otentik seperti menurut kenyataannya.

B. Saran
1. Agar terciptanya kepastian hukum dalam proses pendaftaran tanah, maka sebaiknya setiap Camat yang mengepalai wilayah kecamatan, secepatnya mengajukan permohonan untuk diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pemerintah harus mendukung penuh permohonan itu.
2. Bagi para Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara, diharapkan meningkatkan pengetahuan dan pendidikannya, baik melalui pendidikan tetap maupun pelatihan-pelatihan di bidang pertanahan agar paling tidak mengurangi kendala-kendala di lapangan dan memperkecil
permasalahan-permasalahan yang akan timbul.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar