BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan
bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional. Pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa beserta segala apa yang
terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 tersebut di ketahui bahwa kemakmuran
masyarakat yang
menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.Negara Indonesia
sebagai organisasi dari seluruh rakyat Indonesia, dibentuk guna mengatur dan
menyelenggarakan segala kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, seluruh rakyat Indonesia melimpahkan wewenang yang dimilikinya berkenaan
dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa tersebut kepada Negara selaku Badan Penguasa
yang berwenang sepenuhnya menguasai, mengatur dan menyelenggarakan berkenaan
pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yangterkandung
di dalamnya guna terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat diberikan hak untuk menguasai tanah dalam rangka untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat, yang dikenal sebagai hak menguasai negara. Negara
menguasai artinya negara sebagai badan penguasa mempunyai wewenang untuk pada tingkatan
tertinggi (1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; (2) menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa dan (3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Negara selaku Badan Penguasa dapat
mengatur bermacammacam
hak-hak
atas tanah seperti yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA. Pemberian beberapa
macam hak atas tanah baik kepada perorangan maupun badan hukum, disamping
memberikan wewenang untuk mengelola tanah tersebut sesuai dengan hak yang dipegangnya
dan sepanjang tidak bertentangan dengan pembatasan yang berlaku itu, juga
membebankan kewajiban kepada pemegang hak tersebut untuk mendaftarkan hak atas
tanahnya dalam rangka menuju kepastian hukum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Umum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
1. Pengertian
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pasal 1 angka 24 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini, disebutkan definisi dari Pejabat Pembuat
Akta Tanah, yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat aktaakta tanah
tertentu. Menurut Boedi Harsono, yang dimaksud PPAT adalah suatu jabatan (ambt)
dalam tata susunan hukum agrarian nasional kita, khususnya hukum yang mengatur
pendaftaran tanah. Dapat diartikan juga “orang” yang menjabat jabatan
tersebut.Berdasarkan pengertian di dalam peraturan PemerintahNomor 24 Tahun
1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, dapat disimpulkan bahwa,
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah “ Pejabat Umum “. Menurut Effendi Perangin,
Pejabat Umum adalah orang yang diangkat oleh instansi yang berwenang dengan
tugas melayani masyarakat\ umum di bidang
kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu yang dimaksud diatas diantaranya untuk membuat
Akta. Menurut Effendi Perangin.
Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) adalah pejabat yang berwenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas
tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam
uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan.Pendapat Effendi Perangin di atas
, pada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan yang ada sekarang,
karena fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sekarang tidak mencakup sebagai
pejabat yang menggadaikan tanah atau pejabat yang meminjamkan uang lagi,
sehingga perlu dibuat pemahaman baru terhadap pengertian tersebut. Apabila
sebuah akta itu dibuat oleh Pejabat Umum, bentuknya sesuai dengan yang
ditentukan oleh Undang-Undang dan
dibuat didaerah kewenangannya, maka akta tersebut adalah akta otentik. Perlindungan
menyatakan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai suatu lembaga umum yang
diangkat oleh pemerintah tetapi tidak digaji oleh pemerintah dan mempunyai kekuasaan
umum, artinya akta-akta yang diterbitkan merupakan akta otentik.
2.
Dasar Hukum PPAT
a.
Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Hak Tanggungan
atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa:
“ PPAT yang selanjutnya disebut PPAT, adalah
pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah,
akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebanankan Hak
Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
b.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah , pada pasal
37 ayat (1) disebutkan bahwa :
“Peralihan
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,
kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan
dengan akta yang dibua oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku”.
c.
Peraturan pemerintah No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah;
d.
PMA/Ka.BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
3.
Macam-macam Pejabat Pembuat Akta (PPAT)
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
yang merupakan
Pejabat
Umum ada bermacam-macam. Dalam Pasal 1 Peraturan
Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 disebutkan ada 3 (tiga) macam :
a.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (umum) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan
untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
b.
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk
karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat
akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
c.
Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan melaksanakan tugas
Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
tertentu khususnya dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu
Seperti yang telah ditentukan dalam PP nomor 24 Tahun 1997, maka jabatan PPAT,
PPAT Sementara dan PPAT Khusus adalah memegang peranan sangat penting. Oleh
karena itu sudah sewajarnya apabila seseorang yang menjabat jabatan tersebut dianggap
tahu dan tentunya harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pendaftaran
tanah dan yang berkaitan dengan itu.
4.
Tugas Dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
a.
Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT)
Tugas-tugas PPAT antara lain : untuk menyelenggarakan suatu
daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium ( daftar dari
akta-akta yang dbuatnya), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya,
jual beli, hibah , tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat
ukur dan luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen,
darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.
PPAT mempunyai kewajiban untuk
mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT setiap awal bulan dari bulan yang sudah
berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi/Daerah, Kepala Perpajakan,
dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT juga mempunyai kewajiban
membuat papan nama, buku daftar akta , dan menjilid akta serta warkah pendukung
akta. Tugas pokok PPAT menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 adalah :
“melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tertentu”.
Perbuatan hukum yang dimaksudkan
dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah:
1)
Jual beli;
2)
Tukar menukar;
3)
Hibah;
4)
Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5)
Pembagian hak bersama;
6) Pemberian
Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
7)
Pemberian Hak Tanggungan;
8)
Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan;
b.
Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
PPAT mempunyai kewenangan membuat
akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 37 tahun 1998 mengenai hak atas tanah
dan Hak Milik AtasSatuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
Pada setIp akta otentik dikenal 3
(tiga) macam kekuatan Pembuktian yaitu : Kekuatan bukti lahir, kekuatan bukti
formal dan kekuatan material. Kekuatan bukti lahir berkenaan dengan syarat-syarat
formil suatu akta otentik dipenuhi atau tidak. Bila syarat-syarat formal
dipenuhi, maka bentuk yang tampaknyadari luar secara lahiriah sebagai akta
otentik dianggap aktaotentik, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya.
Kekuatan bukti formal berkenaan dengan soal kebenaran peristiwa yang disebutkan
dalam akta otentik. Artinya, pejabat dan pihak-pihak yang berkepentingan
menerangkan dan melakukan seperti disebutkan dalam akta otentik dan benar
demikian adanya. Kekuatan bukti material berkenaan dengan kebenaran isi akta otentik.
Artinya benar bahwa yang tercantum dalam akta otentik seperti menurut
kenyataannya.
5.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah
a.
Kewajiban PPAT
PMA/Ka.BPN Nomor 1 Tahun 2006 Pasal
45 menyebutkan bahwa PPAT mempunyai kewajiban:
1)
Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945,
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2)
Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan
sebagai
PPAT;
3)
Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala Kantor
Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan setempat paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
4)
Menyerahkan protokol PPAT dalam hal :
a)
PPAT yang berhenti menjabat sebagaimana dimaksud dalAm Pasal 28 ayat (1) dan
ayat (2) kepada PPAT di daerah kerjanya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan;
b)
PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara kepada PPAT Sementara yang
menggantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan;
c)
PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT KhusuS kepada PPAT Khusus yang
menggantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan.
5)
Membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang dibuktikan secara
sah;
6)
Membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan cuti atau hari
libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama dengan jam kerja Kantor
Pertanahan setempat;
7)
Berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan pengangkatan PPAT;
8)
Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf dan teraan
cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/ Walikota, Ketua
Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah
kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan
sumpah jabatan;
9)
Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah jabatan;
10)
Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya
ditetapkan oleh Kepala Badan;
11)
Lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan. PPAT wajib merahasiakan isi
akta. Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun
2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan PPAT, menegaskan sumpah jabatan bagi PPAT agar
menjaga kerahasiaan isi akta. Ditegaskan dalam sumpah jabatan tersebut …”bahwa
saya, akan merahasiakan isi akta-akta yang dibuat di hadapan saya dan
protokol yang menjadi tanggung jawab saya, yang menurut sifatnya atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan.”
b.
Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), yaitu dalam membuat dan menerbitkan Akta Peralihan Hak Atas
Tanah, harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Sebelum membuat
dan menerbitkan Akta Peralihan Hak Atas Tanah, yang harus diperhatikan terlebih
dahulu mengenai sertipikat Hak Atas Tanah yang bersangkutan. Apabila tanah
tersebut telah terdaftar akan tetapi belum memiliki sertipikat Hak Atas Tanah,
maka sebagai pengantian dari sertipikat Hak Atas Tanah tersebut adalah Surat
Keterangan
Pendaftaran
Tanah (SKPT) atas tanah yang dibuat dan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, yang isinya menerangkan bahwa hak atas tanah tersebut belum
memiliki Sertipikat Hak Atas Tanah.
Untuk tanah-tanah/hak atas tanah
yang belum didaftarkan, maka pemilik hak atas tanah dapat mengajukan permohonan
kepada lurah/kepala desa setempat untuk dibuatkan dan diterbitkan Surat
Keterangan Hak Milik atau Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diketahui oleh
Camat
setempat.
Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta
Tanah adalah:
1.
PPAT wajib bersumpah
2.
PPAT wajib segera menyampaikan akta yang telah dibuat dan diterbitkan serta
warkah lainnya yang diperlukan untuk pembuatan dan penerbitan sebuah akta
lainnya kepada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota setempat untuk
didaftarkan dalam “Buku Tanah” dan dicantumkan pada “Sertipikat Hak Atas Tanah”
yang bersangkutan;
3.
PPAT wajib membuat “ Daftar Akta” yang telah dibuat dan diterbitkan, menurut
bentuk yang telah ditentukan dalam Peraturan yang berlaku;
4.
PPAT wajib menjalankan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh Badan
Pertanahan Nasional dan Pejabat yang mengawasinya;
5.
PPAT dalam setiap bulannya wajib menyampaikan “ Laporan Bulanan” yang dibuatnya
selama satu bulan kepada kepala Kantor badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota
akan melaporkan hasil pengamatannya kepada Kepala kantor Wilayah Badan
Pertanahan nasional propinsi setempat;
Menurut
Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Pejabat pembuat Akta Tanah
juga memiliki larangan-larangan untuk memuat dan menerbitkan Akta Peralihan
Hak, yaitu bagi tanah yang belum jelas status haknya. Dengan kata lain, PPAT
harus menolak pembuatan dan penerbitan Akta Peralihan Hak apabila :
a.
Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah
susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat
yang diserahkan tidak sesuai dengan daftardaftar yang ada di kantor pertanahan;
b.
Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar kepadanya
tidak
disampaikan :
1)
Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat
keterangan kepala desa/lurah yang menyatakan yang bersangkutan dalam hal menguasai
bidang tanah tersebut tidak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 24 ayat (2);
2)
Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum
bersertipikat atau keterangan bahwa tanah yang letaknya jauh dari kedudukan
Kantor Pertanahan dari yang bersangkutan, dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah;
3)
Salah satu pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau
salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 PP Nomor 24 Tahun 1997
tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian, atau;
4)
Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar surat kuasa mutlak (yaitu
surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali dan apabila pihak yang
ditunjuk
meninggal dunia tidak bisa dialihkan kepadapihak lain) yang pada hakikatnya
berisikan perbuatan hukum pemindahan hak ;atau
5)
Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum memperoleh izin pejabat atau
instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut perundang-undangan
yang berlaku; atau
6)
Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data
fisik dan data yuridisnya; atau
7)
Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundangundangan yang bersangkutan.
6.
Wilayah Hukum Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pada
Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) dikatakan :
a.
Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya;
b.
Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai
pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukkannya.
Selanjutnya
dalam Pasal 14 disebutkan bahwa formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
ditetapkan oleh Menteri. Apabila formasi Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT)
sehingga apabila terjadi pergantian camat maka Camat baru tidak dapat ditunjuk
sebagai PPAT. Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Keputusan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Penetapan
Formasi Pejabat Pembuat
Akta
Tanah(PPAT) di Kabupaten/Kota. Formasi PPAT ditentukan dalam Pasal 2 PMA/Ka.BPN
No. 4 Tahun 1999 tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan tentang
formasi Camat sebagai PPAT Sementara berdasar Pasal 2 PP Nomor 37 Tahun 1998 adalah :
“
Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap daerah
kerja
PPAT dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai
berikut :
a.
Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan;
b.
Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan
c.
Jumlah bidang tanah yang sudah bersertipikat di daerah
bersangkutan;
d.
Frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prignosa mengenai
pertumbuhannya;
e.
Jumlah rata - rata akta PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan;
Selanjutnya dalam Pasal 7 dinyatakan
bahwa camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang formasinya
belum terpenuhi dapat di tunjuk sebagai PPAT Sementara dan untuk penunjukkan
Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dilakukan oleh Menteri setelah diadakan
penelitian mengenai keperluannya berdasarkan letak desa yang sangat
terpencil
dan banyak bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa itu.
B.
Tinjauan Umum Tentang Camat Sebagai Pejabat Pembuat
Akta
Tanah ( PPAT) Sementara
1.
Pengertian Camat
Luasnya wilayah Republik Indonesia
dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan karena adanya tuntutan terlaksananya
pembinaan masyarakat diberbagai sektor, maka Menteri Dalam negeri atas nama
Pemerintah Pusat melimpahkan wewenangnya kepada pejabat-pejabat yang ada di
daerah untuk melakukan pembinaan. Para pejabat yang dimaksud adalah Kepala
Wilayah yang merupakan penguasa tunggal wilayahnya. Mereka merupakan
kepanjangan tangan pemerintah pusat dan bukan hasil pilihan rakyat melalui
pemilu. Salah satu kepala wilayah yang dimaksud disini dan tentunya merupakan
pokok pembahasan tesis ini adalah Camat. Pengertian Camat ini dapat di lihat
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai
Kecamatan.
2.
Dasar Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah
(PPAT) Sementara
Dasar
hukumnya dapat di lihat dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor : 37
Tahun 1998, yaitu:
“
Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan
akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat dibawah ini sebagai
PPAT Sementara atau PPAT Khusus: Camat atau Kepala Desa untuk melayani
pembuatan akta di daerah yang belum
cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara Peraturan Menteri Agraria / Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa
dalam hal tertentu kepala Badan dapat menunjuk camat dan/atau Kepala Desa
karena jabatannya sebagai PPAT Sementara.
3.
Tugas Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara
Camat sebagai PPAT Sementara, tugasnya sama dengan yang
dilakukan oleh PPAT antara lain : untuk menyelenggarakan suatu daftar dari
akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium ( daftar dari akta-akta yang
telah dbuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah
, tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan
luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat )
dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.
4.
Kewajiban Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara
Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewajiban untuk
mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT Sementara setiap awal bulan dari
bulan yang sudah berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi/Daerah,
kepala
Perpajakan,
dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT Sementara juga
mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta , dan menjilid akta serta
warkah pendukung akta.
C.
Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah
1.
Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah, merupakan perintah dari Pasal 19 Undang-undang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Lembaga pendaftaran tanah dalam sejarah
pertanahan di Indonesia dan yang berlaku secara nasional adalah dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Peraturan Pemerintah ini kemudian
disempurnakan dengan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
Lembaran Negara Nomor 59 tahun 1997 tanggal 8 Juli 1997 dan baru berlaku
tanggal 8 Oktober 1997 (Pasal 66).
Pengertian Pendaftaran Tanah di dalam PP Nomor 24 Tahun 1997
adalah : “ Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara
terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bnkti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik satuan rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”
Pengumpulan keterangan atau data dimaksud meliputi:
a.
Data fisik, yaitu mengenai tanahnya: lokasinya, batas-batasnya, luasnya
bangunan dan tanaman yang ada di atasnya;
b.
Data Yuridis, yaitu mengenai haknya: haknya apa, siapa pemegang haknya, ada
atau tidak hak pihak lain di atasnya;
2.
Cara Pendaftaran Tanah
Cara pendataran tanah dilakukan dengan dua cara yaitu :
a.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah yang
dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran
tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan
pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di
wilayahwilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam
hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah
secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sporadik.27
b.
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah
atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran
tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan,
yaitu pihak yang berhak atas obyek pendafataran tanah yang bersangkutan dan luasanya.
Dalam menyelenggarakan hak atas tanah dikenal dua asas, yaitu :
1) Asas Spesialis
Asas
spesialitas ini dapat kita lihat dengan adanya data fisik Data fisik tersebut
berisi tentang luas tanah yang menjadi subyek hak, letak tanah tersebut, dan
juga penunjukkan batas-batas secara tegas.
2)
Asas publisitas
Asas
publisitas ini tercermin dari adanya data yuridis mengenai hak atas tanah
seperti subyek hak nama pemegang hak atas tanah, peralihan hak atas tanah serta
pembebanannya.
3.
Manfaat Pendaftaran Tanah
Fungsi Pokok dari pendaftaran tanah ialah, untuk memperoleh
alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum tertentu, pendaftaran
mempunya fungsi lain, yaitu untuk memenuhi sahnya perbuatan hukum itu. Artinya,
tanpa dilakukan pendaftaran , perbuatan hukum itu tidak terjadi dengan sah menurut
hukum.
Manfaat
dari Pendaftaran tanah yang kita lakukan antara lain:30
a.
Bagi Masyarakat
1)
Mendapatkan jaminan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah
mengindari adanya perselisihan perselisihan tentang masalah pertanahan yang
biasanya timbul pada masyarakat pedesaan, masalah batas tanah dapat juga
menimbulkan pertengkaran. Dengan adanya sertipikat yang menjadi bukti
kepemilikan hak atas tanah yang memuat data yuridis dan data teknik mengenai
hak atas tanah pertengkaran tersebut dapat dicegah atau pun dihindari
2)
Memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang memerlukan data-data tentang tanah
yang telah didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional
b
.Bagi Pemerintah
1)
Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, sehingga diperlukan data-data
tanah yang sudah didaftarkan pemerintah dapat diperoleh dengan cepat.
2)
Meningkatkan pendapatan Negara dari pemasukan Negara lain melalui pendaftaran.
3)
Meningkatkan pendapatan Negara dari sektor pajak ( pajak bumi dan bangunan)
4.
Tujuan Diselenggarakan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran Tanah, menurut Pasal 3 PP No 24 Tahun 1990 bertujuan:
a.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak
atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar,
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat tanda
buktinya.
b.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk
Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah
susun yang sudah terdaftar.
c.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tujuan pendaftaran tanah
juga untuk menghimpun dan menyediakani informasi yang lengkap mengenai
bidang-bidang tanah dipertegas dangan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik atau data
yuridisnya belum lengkap atau masih bersengketa, walaupun untuk tanah-tanah
yang demikian belum dikeluarkan sertipikat tanda bukti haknya. Dalam rangka
memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dijelaskan juga sejauh mana kekuatan pembuktian
sertipikat yang dinyatakan
sebagai alat bukti yang kuat oleh Undang-Undang Pokok Agraria.
Kantor Pertanahan, yang menyelenggarakan pendaftaran tanah
tersebut adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional wilayah Pemerintah
Kabupaten/Pemerintah Kota atau wilayah administrasi lainnya, setingkat yang
melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran
tanah. Kegiatan pendaftaran tanah menurut Peraturan pemerintah Nomor 24 tahun
1997 yang merupakan penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961
meliputi kegiatan :
1)
Pengumpulan dan pengolahan data fisik
2)
Pembuktian hak dan pembukuannya
3)
Penerbitan sertipikat
4)
Penyajan data fisik dan data yuridis
5)
Penyimpanan daftar umum dan dokumen
6)
Hak atas tanah yang harus didaftarkan
5.
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali (initial
registration). Kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum terdaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang terdiri atas :
1)
Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
2)
Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan hak-haknya;
3)
Penerbitan sertifikat;
4)
Penyajian data fisik dan data yuridis; dan
5)
Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pendaftaran untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran
secara sistimatik dan pendaftaran secara sporadik. Pendaftaran sistimatik
dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi ditentukan Badan Pertanahan
Nasioanal (pemerintah), waktu penyelesaian dan pengumuman lebih singkat serta dibentuk
panitia. Sedangkan Pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi
ditentukan oleh pemilik tanah yang bersangkutan, waktu penyelesaian dan
pengumuman lebih lama serta tidak mempunyai panitia pendaftaran. Pada saat
pengumpulan dan pengolahan data fisik, maka dilakukan kegiatan dan pemetaan
yang meliputi:
1)
Pembuatan peta dasar pendaftaran, yang digunakan untuk pembuatan peta
pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistimatik, serta
digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sebelumnya
sudah
didaftar. Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah
yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat direkontniksi di lapangan
setiap saat;
2)
Penetapan batas bidang-bidang tanah.Untuk memperoleh data fisik yang
diperiukan, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan
letaknya, batasbatasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tandatanda batasnya
disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. Dalam penetapan batas tersebut
harus melibatkan tetangga yang berbatasan dengan tanah tersebut (deliminasi
kontradiktoir);
3)
Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran.
Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya diukur dan selanjutnya
dipetakan dalam peta dasar pendaftaran. Apabila belum ada kesepakatan mengenai
penetapan batas-batas tersebut, maka dibuatkan berita acara dan dalam gambar diberi
catatan bahwa batas-batas tanahnya masih mempakan batas sementara;
4)
Pembuatan Daftar Tanah. Bidang-bidang yang sudah dipetakan atau dibukukan nomor
pendaftarannya pada peta pendaftaran, dibukukan dalam daftar tanah yang
digunakan sebagai sumber informasi lengkap mengenai tanah tersebut:
5)
Pembuatan Surat Ukur. Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang-bidang tanah
yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran dibuatkan surat ukur; Setelah
kegiatan-kegiatan tersebut, tahap berikutnyaadalah dilakukan Pembukuan Hak
sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang selanjutnya penerbitan
Sertipikat sebagai Surat Bukti Haknya guna kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis . Untuk penyajian data
fisik dan data yuridis bagi pihakpihak yang membutuhkan atau berkepentingan,
maka diselenggarakan tata usaha pendaftaran tanah berupa daftar umum, yang
terdiri atas peta pendaftaran; daftar tanah; surat ukur; buku tanah dan daftar
nama. Menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 daftar umum dan
dokumen tersebut selanjutnya disimpan.
6.
Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah (maintenance).
Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi
penambahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah
didaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan yang bersangkutan
kepada Kepala Kantor Pertanahan. Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 dikatakan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :
1.pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak;
2.pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah lainnya;
Menurut
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Jual Beli sebagai suatu kegiatan pendaftaran yang akan mengakibatkan terjadinya
perubahan data yuridis, wajib dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT). Kegiatan pendaftaran mengenai peralihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) huruf a di atas, hanya dapat dilakukan dengan Akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Pasal 37 ayat (1) menyebutkan: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukkan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,
kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perunmdang-undangan yang berlaku. Sedangkan dalam Pasal 38
disebutkan:
(1)
Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri oleh para
pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya
2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam
perbuatan hukum ini;
(2)
Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta Hak Atas Tanah diatur oleh Menteri;
7.
Obyek Pendaftaran Tanah
Dalam
Pasal 9 PP No 24 Tahun 1997 obyeknya meliputi:
a.
Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai;
b.
Tanah hak pengelolaan;
c.
Tanah wakaf;
d.
Hak milik atas satuan rumah susun;
e.
Hak tanggungan;
f.
Tanah negara;
Dalam
hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah, pendaftarannya dilakukan
dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar
tanah.
8.
Sistem Pendaftaran Tanah Yang digunakan
Menurut Boedi Harsono system pendaftaran tanah ada dua macam,
yaitu :
a.
Sistem Pendaftaran Hak
Sistem pendaftaran hak yang digunakan adalah sistem pendaftaran
hak (registration of tittles), sebagaimana digunakan dalam peneyelenggaraan
pendaftaran tanah menurut Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Hal tersebut
dapat kita lihat dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data
yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sebagaimana
surat tanda bukti hak yang didaftar.
b.
Sistem Pendaftaran Akta
Sistem ini pernah dilakukan sebelum masa kemerdekaan jaman
Belanda. Pendaftaran akta (registration of deeds) yang didatarkan adalah
aktanya. Sistem yang digunakan dalam pendaftaran tanah ini, adalah sistem
pendaftaran hak (registration of title), sebagaimana digunakan dalam
penyelenggaran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang
disempurnakan dengan Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, bukan sistim
pendaftaran akta. Hal tersebut tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang
memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta
diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar. Status hak atas tanah seperti hak pengelolaan,
tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukannya
dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan
dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut. Pembukuan
dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur tersebut, merupakan bukti,
bahwa hak yang bersangkutan
beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur
secara hukum telah didaftar menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pasal
31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menentukan bahwa : untuk
kepentingan pemegang hak yang bersangkutan
diterbitkan sertipikat sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan
data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.
9.
Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
a.
Sistem Publikasi Positif
Di dalam sistem publikasi positip sertipikat merupakan alat
bukti mutlak, artinya tidak bisa diganggu gugat karena sekali di daftar tidak
bisa di rubah. Buku tanah di dalam sertipikat tersebut adalah segala-galanya
atau the register is everything.
b.
Sistem Publikasi Negatif
Sistem ini alat bukti sertipikat berkedudukan sebagai bukti
yang kuat , artinya selama tidak bisa dibuktikan sebaliknya oleh orang lain
maka pemegang sertipikat mendapat perlindungan hukum. Apabila orang lain bisa
membuktikan , maka orang lain tersebut yang mendapatkan perlindungan hukum
dengan sertipikat tersebut bisa dirubah dengan cara mengajukan gugatan ke
pengadilan, sehingga hasil akhir pihak ke tiga yang benar tadi mendapat
sertipikat yang sudah di rubah.
c.
Sistem Publikasi Yang Dipergunakan di Indonesia Berdasarkan UUPA jo PP 24 /1997
di Indonesia cenderung menggunaka sistem publikasi yang negative karena berdasarkan
sejarah di Indonesia sistem adminstrasi pertanahannya masih belum tertib
administrasi.Dalam praktek Indonesia memilih publikasi negatif tapi tidak
sistem publikasi negatif murni tetapi menganut unsur-unsur yang positif. Bukti mengandung
unsur positif :
1) Dalam melakukan pendaftaran sebelum terbit sertipikat dilakukan
pengumuman terlebih dahulu
2) Melakukan pengecekan secara fisik di lapangan . Dalam pengecekan
akan dicocokkan dengan pemilik yang berbatasan yang di sebut cara contradictoire
de limitie ,dengan demikian cara pilihan sistem publikasi pendaftaran tanah
yang digunakan adalah sistem Publikasi Negatif mengandung unsur-unsur Positif.
Maksudnya adalah karena selain mengandung unsur sistem publikasi negatif (yaitu
negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan), juga mengandung unsur
positif yaitu adanya kewajiban bagi pejabat tanah untuk aktif dalam proses
pendaftaran tanah. Sistem Negatif yang mengandung unsur-unsur Positif, karena
akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Sistem publikasi yang digunakan bukan sistem publikasi
negatif murni. Sebab sistem publikasi negatif murni tidak akan menggunakan sistem
pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal
Undang-Undang Pokok Agraria tersebut, bahwa sertipikat merupakan alat bukti
yang kuat.
10.
Kekuatan Pembuktian Sertipikat
Sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,artinya
bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di
dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridisnya sesuai dengan data yang ada
dalam surat ukur dan buku tanah yang tersedia. Sehingga, apabila selama tidak
dapat dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam surat ukur dan buku
tanah, harus diterima sebagai data yang benar dan pasti. Dengan kata lain, yang
dapat dibuktikan dari sertipikat adalah:
a.
Data Fisik Tanah, yaitu data mengenai fisik tanah bersangkutan, menyangkut
tentang: letak tanah, batas-batas tanah dan luas tanah;
b.
Data Yuridis Tanah, yaitu data mengenai yuridis tanah bersangkutan, menyangkut
tentang: haknya apa, siapa pemiliknya dan ada atau tidak hak-hak lain yang membebaninya
D.
Hubungan Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT)
Sementara Dengan Pendaftaran Tanah
Pasal
19 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dikatakan bahwa :
“
Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah
diseluruh wilayah Indonesia menurut ketentuanketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah “.
Pasal
19 ayat (1) tersebut diketahui bahwa pendaftaran tanah sangat penting untuk
menjamin kepastian hukum hak atas tanah, oleh karena itu pendaftaran tanah
harus diselenggarakan diseluruh wilayah Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
PPAT, maka suatu kecamatan yang belum diangkat seorang PPAT, camat yang ada pada kecamatan itu karena jabatannya
menjadi PPAT Sementara. Sebagai PPAT Sementara, camat mempunyai tugas dan
kewajiban yang sama dengan PPAT. Hubungan antara Camat dengan pendaftaran tanah
terjadi karena perintah dari Pasal 5 ayat (3a) PP No.37 tahun 1998 yang menyebutkan
Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara. Jika untuk kecamatan itu telah diangkat
seorang PPAT, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai
ia berhenti menjadi camat dari kecamatan itu. Penggantinyatidak lagi menjabat
sebagai PPAT.Melihat betapa pentingnya Pendaftaran Tanah agar terciptanya
kepastian hukum hak atas tanah, maka pendaftaran tanah harus diselenggarakan,
untuk itu perangkat dan pejabat di daerah juga harus tersedia lengkap terutama
seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Jika
suatu daerah tidak tersedia PPAT, untuk dapat memenuhi kebutuhan kekurangan
PPAT, suatu kecamatan yang belum diangkat seorang PPAT, Menteri dapat menunjuk
Camat yang ada pada kecamatan itu menjadi PPAT Sementara, dengan ketentuan
camat tersebut harus mengajukan permohonan untuk itu. Adapun tugas dan
kewajiban PPAT Sementara tersebut sama dengan PPAT Notaris. Dengan kata lain,
apabila seorang camat ingin mengajukan untuk menjadi seorang Camat ingin
mengajukan untuk menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara,maka
persyaratannya juga harus sama dengan persyaratan seorang PPAT Notaris atau
harus sesuai dengan apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sebaliknya
apabila suatu daerah formasi jumlah PPAT telah mencukupi, maka Menteri harus menolak
permohonan tersebut.
1.
Kedudukan Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah
(PPAT) Sementara
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dikatakan : bahwa Camat adalah kepala kecamatan yang
menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau Walikota.
Selain sebagai kepala kecamatan, Camat juga sebagai PPAT Sementara.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia ,pengertian kedudukan adalah status yaitu
keadaan atau tingkatan orang, badan atau Negara.35 Kedudukan
juga dapat diartikan sebagai tempat pegawai tinggal untuk melakukan pekerjaan
atau jabatannya. Jadi kedudukan camat sebagai PPAT Sementara karena status
Camat sebagai kepala kecamatan pada kecamatan tempat ia tinggal untuk melakukan
jabatannya. Kedudukan camat sebagai PPAT Sementara adalah sama kedudukannya
dengan PPAT, yaitu sebagai pejabatumum. Sedangkan di dalam Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 126 ayat (2) disebutkan bahwa:
"Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kecamatan yang dipimpin
oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang
Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Pasal 126
ayat (3) menyebutkan bahwa; selain tugas dimana dimaksud pada ayat (2) camat menyelenggarakan
tugas umum pemerintahan meliputi:
1) Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat ;
2) Mengkoordinasikan upaya menyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
3) Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
4) Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum;
5) Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan;
6) Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
7) Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
kelurahan;
Jadi
artinya, selain sebagai kepala kecamatan, Camat mempunyai tugas-tugas lain,
diantaranya menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara. Kedudukan
Camat sebagai PPAT sama kedudukannya
dengan
PPAT/Notaris. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara sama kedudukannya dengan
PPAT/Notaris, tetapi seorang Pejabat pembuat Akta Tanah Sementara hanya berwenang
membuat akta mengenai tanah-tanah yang terletak dalam daerah kerjanya.
2.
Fungsi Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pengertian fungsi adalah jabatan atau pekerjaan yang
dilakukan. Fungsi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan
pekerjaan atau tugasnya. Fungsi camat sebagai PPAT adalah membuat akta tanah.
Fungsi
ini tercipta karena jabatan pekerjaan yang dilakukan yaitu sebagai kepala
kecamatan. Sebagai PPAT Sementara, pertanggungjawaban Camat sama dengan PPAT
lainnya yaitu kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi,
Kepala Kantor Pertanahan Kota dan Kabupaten, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pertanggungjawaban sebagai PPAT
Sementara ini berupa laporan
bulanan yang diberikan secara rutin setiap bulannya. Surat keputusan penunjukan
camat sebagai Pejabat Pembuat Akta tanah Sementara ditandatangani oleh kepala Kantor
Wilayah atas nama Menteri sesuai bentuk yang sudah ditetapkan.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Tugas-tugas PPAT antara lain : untuk menyelenggarakan suatu daftar
dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium ( daftar dari akta-akta
yang dbuatnya), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli,
hibah , tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur
dan luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen,
darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan.
PPAT mempunyai kewajiban untuk
mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT setiap awal bulan dari bulan yang sudah
berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi/Daerah, Kepala Perpajakan,
dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT juga mempunyai kewajiban
membuat papan nama, buku daftar akta , dan menjilid akta serta warkah pendukung
akta. Tugas pokok PPAT menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 adalah :
“melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tertentu”.
Perbuatan hukum yang dimaksudkan
dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah:
1)
Jual beli;
2)
Tukar menukar;
3)
Hibah;
4)
Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5)
Pembagian hak bersama;
6)
Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
7)
Pemberian Hak Tanggungan;
8)
Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan;
b.
Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
PPAT mempunyai kewenangan membuat
akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 37 tahun 1998 mengenai hak atas tanah
dan Hak Milik AtasSatuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.
Pada setIp akta otentik dikenal 3
(tiga) macam kekuatan Pembuktian yaitu : Kekuatan bukti lahir, kekuatan bukti
formal dan kekuatan material. Kekuatan bukti lahir berkenaan dengan syarat-syarat
formil suatu akta otentik dipenuhi atau tidak. Bila syarat-syarat formal
dipenuhi, maka bentuk yang tampaknyadari luar secara lahiriah sebagai akta
otentik dianggap aktaotentik, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya.
Kekuatan bukti formal berkenaan dengan soal kebenaran peristiwa yang disebutkan
dalam akta otentik. Artinya, pejabat dan pihak-pihak yang berkepentingan
menerangkan dan melakukan seperti disebutkan dalam akta otentik dan benar
demikian adanya. Kekuatan bukti material berkenaan dengan kebenaran isi akta otentik.
Artinya benar bahwa yang tercantum dalam akta otentik seperti menurut
kenyataannya.
B. Saran
1. Agar terciptanya kepastian hukum dalam proses pendaftaran
tanah, maka sebaiknya setiap Camat yang mengepalai wilayah kecamatan,
secepatnya mengajukan permohonan untuk diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan pemerintah harus mendukung penuh permohonan itu.
2. Bagi para Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Sementara, diharapkan meningkatkan pengetahuan dan pendidikannya, baik melalui pendidikan
tetap maupun pelatihan-pelatihan di bidang pertanahan agar paling tidak mengurangi
kendala-kendala di lapangan dan memperkecil
permasalahan-permasalahan yang akan timbul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar