Kewenangan mengatur
bidang pertanahan dari pemerintah yang diserahkan kepada Daerah otonom
Kabupaten/Kota adalah kewenangan mengatur pelaksanaan hukum pertanahan yang
tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Kewenangan tersebut berdasarkan
ketentuan dalam Undang- Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
yang dijabarkan dalam PP No. 38 Tahun 2007 meliputi 9 (sembilan) Sub. Bidang, 8
(delapan) Sub.Bidang merupakan urusan otonomi daerah, dan 1 (satu) Sub. Bidang
tugas pembantuan.
Kewenangan urusan
pemerintahan Bidang Pertanahan dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 38
Tahun2007 ditentukan ada 9 kewenangan.
Pemerintah
Kabupaten/Kota
1.
Pemberian Izin Lokasi
Kewenagan pmerintahan Kabupaten/ Kota adalah :
Penerbitan Surat Keputusan izin lokasi,
dengan prosesnya termasuk monitoring dan pembinaan perolehan tanah, semuanya
meliputi 9 (sembilan) item.
Izin lokasi adalah izin yang dfiberikan kepada
perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal
yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan menggunakan tanah tersebut
untuk keperluan usaha penanaman modal yang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah.
Izin lokasi merupakan arahan dan pengendalian bagi daerah untuk mengalokasikan
tanah-tanah dalam wilayahnya bagi keputusan pembangunan. Berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 34 Tahun 2003, penerbitan izin lokasi mulai permohonan sampai
penerbitanya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
2.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah ;
Penetapan lokasi;Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian; Pelaksanaan
pemberian ganti kerugian; pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah
dihadapan kepala kantor Pertanahan kabupaten/ Kota; dengan prosesnya semuanya
meliputi 11 item.
3.
Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan.
Sangketa tanah
garapan merupakan konfilk kepentingan berkaitan dengan penguasaan tanah oleh
pihak-pihak yang tidak berhak, diatas tanah yang dikuasai langsung oleh negara
atau diatas tanah pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 51
Prp.Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau
kuasanya. Bupati/Walikota mempunyai peranan penting untuk mewujudkan ketahanan
pangan serta mempunyai hubungan erat dengan upaya penguatan hak-hak rakyat atas
tanah dengan penyelesaian sengketa tanah garapan.
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah :
Memfasilitasi musyawarah antar para pihak yang bersengketa untuk mendapatkan
kesepakatan para pihak dengan koodinasi dengan kantor pertanahan untuk
menetapkan langkah-langkah. Semuanya meliputi 5 (lima) item.
4. Penyelesaian
Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan.
Kewenangan pemerintahan Kabuapten/ Kota adalah :
Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan dengan
membentuk tim pengawasan pengendalian;
5. Penetapan Subyek
dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan
Tanah Absentee;
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah:
Penetapan untuk kelebihan maksimum dan tanah absentee sebagai obyek; Penetapan
para penerima redistribusi tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee
berdasarkan hasil sidang penitia; Penerbitan Surat Keputusan subyek dan obyek
redistribusi tanah serta ganti kerugian; Dan prosesnya semua meliputi 6(enam)
item.
6.
Penyelesaian Tanah Ulayat
Kewenangan pemerintah Kabupaten/ Kota adalah: Pengusulan
rancangan Peraturan daerah tentang penetapan tanah ulayat; Pengusulan pemetaan
dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah kepada kantor
pertanahanKabupaten/Kota; Penanganan masalah tanah ulayat melalui musyawarah
dan mufakat; Dan semua prosesnya semuanya meliputi 6 (enam) item.
7.
Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong.
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah :
Penetapan bidang –bidang tanah untuk tanaman pangan semusim bersama dengan
pihak lainberdasarkan perjanjian ; Penetapan untuk tanaman pangan musiman dengan mengutamakan masyarakat setempat; Penanganan
masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak
memenuhi kewajiban dalam perjanjian dan semua prosesnya. Kewenangan dalam sub
bidang ini terinci dalam 4 (empat) item.
Tanah kosong adalah tanah hak atau tanah-tanah yang
telah terdapat dasar penguasaannya, yang dalam jangka waktu tertentu tidak atau
belum dimanfaatkan oleh yang bersangkutan. Terhadap tanah-tanah kosong
tersebut, tugas Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi,
identifikasi, pengaturan dan menentukan kebijakan pemanfaatan sesuai
dengan Peraturan Menteri N egara
Agraria/Kepala Badan Pertanah Nasional Nomor 3 tahun 1998 tentang pemanfaatan
tanah kosong untuk tanaman pangan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan
nasional.
8.
Pembarian Izin Membuka Tanah
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota : Penerimaan dan
pemeriksaan permohonan; Pemeriksaan lapangan dengan memperhatikan kemampuan
tanah, status tanah dan RencanaUmum Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten kota;
Penerbitan izin membuka tanah dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari
kantor pertanahan Kabupaten/ Kota; Pengawasan dan pengendalian penggunaan izin
membuka tanah. Urusan ini adalah urusan pemerintah, diberikan kepada
pemerintahan Kabupaten/ Kota dalam Tugas Pembantuan.
Ijin membuka tanah yang semula diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian
Hak Atas Tanah dinyatakan tidak berlaku
lagi berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 593/5707/SJ dan Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pelimpahan Kewenangan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah
Negara. Sampai saat ini pemberian ijin membuka tanah belum diatur kembali sehingga
penataan danpenerbitan kegiatan membuka tanah menjadi tidak terkendali. Hal
tersebut terlihat dari banyaknya pembukaan tanah yang dilakukan oleh masyarakat
di kawasan-kawasan hutan, taman nasional, kawasan lindung , dan kawasan
konservasi lainnya.
9.
Perencanaan Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/ Kota
Sub bidang ini sepenuhnya menjadi kewenangan
pemerintahan Kabupaten/Kota yang meliputi pembentukan tim koordinasi tingkat
kabupaten / Kota; Rencana Tata Ruang Wilayah; Rencana pembangunan yang akan menggunakan
tanah baik rencana pemerintah, pemerintah Kabupaten/ Kota, maupun investasi
swasta; Dan prosesnya. Kewenangan dalam sub bidang ini terinci dalam 10 item.
Perencanaan penggunaan tanah adalah membuat rencana
letak kegiatan penggunaan tanah yang sesuai dengan fungsi kawasan dan
memperhatikan aspek tata ruang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang penataan ruang.
Pemerintah
Provinsi
1.
Sub Bidang Izin Lokasi
·
Penyiapan berita acara koordinasi berdasarkan
pertimbangan teknis pertanahan dari kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional
(BPN) provinsi dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi terkait.
·
Pembuatan peta lokasi sebagai lampiran surat keputusan
izin lokasi yang diterbitkan.
·
Penerbitan surat keputusan izin lokasi.
·
Pertimbangan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan
surat keputusan izin lokasi atas usulan kabupaten/kota dengan pertimbangan
kepala kantor wilayah BPN provinsi
·
Monitoring dan pembinaan perolehan tanah.
·
Penerimaan permohonan dan pemeriksaan kelengkapan
persyaratan.
2.
Sub Bidang Pengadaan tanah untuk kepentingan
umum
·
Penetapan lokasi.
·
Pelaksanaan penyuluhan.
·
Pelaksanaan inventarisasi.
·
Pembentukan Tim Penilai Tanah (khusus DKI).
·
Pelaksanaan musyawarah.
·
Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
·
Pelaksanaan pemberian ganti kerugian.
·
Pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan
kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.
3.
Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan.
·
Penerimaan dan pengkajian laporan pengaduan sengketa
tanah garapan.
·
Penelitian terhadap obyek dan subyek sengketa.
·
Pencegahan meluasnya dampak sengketa tanah garapan.
·
Koordinasi dengan instansi terkait untuk menetapkan
langkah-langkah penanganannya.
·
Fasilitasi musyawarah antar pihak yang bersengketa untuk
mendapatkan kesepakatan para pihak.
4.
Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan
Santunan Tanah untuk Pembangunan
·
Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah
untuk pembangunan.
·
Pembinaan dan pengawasan pemberian ganti kerugian dan
santunan tanah untuk pembangunan.
5.
Penetapan Subyek dan obyek Redistribusi
Tanah serta ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee;
·
Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar,
prosedur, dan kriteria penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.
·
Pembentukan panitia
pertimbangan landreform
nasional.
·
Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap
pelaksanaan penetapan subyek dan obyek tanah,
ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.
6.
Penetapan tanah Ulayat
·
Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar,
prosedur, dan kriteria penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat.
·
Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap
pelaksanaan penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat.
7.
Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah
Kosong
·
Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan
kriteria serta pelaksanaan pembinaan dan pengendalian pemanfaatan dan
penyelesaian masalah tanah kosong.
·
Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap
pelaksanaan pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong.
8.
Izin membuka tanah
·
Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan
kriteria serta pelaksanaan pembinaan dan pengendalian pemberian izin membuka
tanah.
·
Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap
pelaksanaan ijin membuka tanah.
9.
Perencanaan Penggunaan Tanah wilayah
Kabupaten/ Kota
·
Penetapan kebijakan
nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria perencanaan
penggunaan tanah di wilayah kabupaten/kota.
·
Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan
perencanaan penggunaan tanah di wilayah kabupaten/ kota.
Berdasarkan
ketentuan pasal 6 ayat (1) PP No. 38 tahun 2007. Pemerintahan daerah Provinsi
dan Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota perlu mengatur pelaksanaan urusan yang
diserahkan oleh pemerintah tersebut. Produk hukum pengaturan dimaksud tidak
lain adalah Peraturan daerah. Hal tersebut berarti pasal 6 yat (1) PP No. 38
tahun 2007 mengandung perintah agar dalam melaksanakan kewenangan mengurus
urusan pertanahan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota membuat
Peraturan daerah, tidak cukup hanya dengan produk hukum Surat Keputusan
Gubernur atau Surat Keputusan Bupati/Wali Kota, karena istilah pemerintahan
mencakup DPRD dan Gubernur serta Bupati/Wali Kota. Sedangkan istilah pemerintah
hanya Gubernur serta Bupati/wali Kota yang merupakan lembaga eksekutf di
Daerah. Peraturan daerah adalah suatu bentuk Peraturan Perundang-undangan.
Menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan
Perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum. Menurut pasal angka 7 Undang-Undang tersebut , Peraturan Daerah adalah
Peraturan Perudang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama
Kepala Daerah.
Keterangan
:
Pasal 2
(4) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan
meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. perumahan;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i. pertanahan;
j. kependudukan dan catatan sipil;
k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak;
l. keluarga berencana dan keluarga
sejahtera;
m. sosial;
n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan dan pariwisata;
r. kepemudaan dan olah raga;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi
keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian,
dan persandian;
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. statistik;
w. kearsipan;
x. perpustakaan;
y. komunikasi dan informatika;
z. pertanian dan ketahanan pangan;
aa. kehutanan;
bb. energi dan sumber daya mineral;
cc. kelautan dan perikanan;
Pasal 3
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian
.
Pasal 4
(1) Pembagian urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) berdasarkan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar
tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.
Pasal 6
(1)Pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi kewenangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar