Sabtu, 01 Juni 2013

manajemen konflik Pertanahan

Kewenangan mengatur bidang pertanahan dari pemerintah yang diserahkan kepada Daerah otonom Kabupaten/Kota adalah kewenangan mengatur pelaksanaan hukum pertanahan yang tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Kewenangan tersebut berdasarkan ketentuan dalam Undang- Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang dijabarkan dalam PP No. 38 Tahun 2007 meliputi 9 (sembilan) Sub. Bidang, 8 (delapan) Sub.Bidang merupakan urusan otonomi daerah, dan 1 (satu) Sub. Bidang tugas pembantuan.
Kewenangan urusan pemerintahan Bidang Pertanahan dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun2007 ditentukan ada 9 kewenangan.

Pemerintah Kabupaten/Kota
1. Pemberian Izin Lokasi
Kewenagan pmerintahan Kabupaten/ Kota adalah : Penerbitan Surat Keputusan izin  lokasi, dengan prosesnya termasuk monitoring dan pembinaan perolehan tanah, semuanya meliputi 9 (sembilan) item.
Izin lokasi adalah izin yang dfiberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usaha penanaman modal yang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah. Izin lokasi merupakan arahan dan pengendalian bagi daerah untuk mengalokasikan tanah-tanah dalam wilayahnya bagi keputusan pembangunan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003, penerbitan izin lokasi mulai permohonan sampai penerbitanya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah ; Penetapan lokasi;Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian; Pelaksanaan pemberian ganti kerugian; pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah dihadapan kepala kantor Pertanahan kabupaten/ Kota; dengan prosesnya semuanya meliputi 11 item.
3. Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan.
Sangketa tanah garapan merupakan konfilk kepentingan berkaitan dengan penguasaan tanah oleh pihak-pihak yang tidak berhak, diatas tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau diatas tanah pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 51 Prp.Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya. Bupati/Walikota mempunyai peranan penting untuk mewujudkan ketahanan pangan serta mempunyai hubungan erat dengan upaya penguatan hak-hak rakyat atas tanah dengan penyelesaian sengketa tanah garapan.
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah : Memfasilitasi musyawarah antar para pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak dengan koodinasi dengan kantor pertanahan untuk menetapkan langkah-langkah. Semuanya meliputi 5 (lima) item.
4. Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan.
Kewenangan pemerintahan Kabuapten/ Kota adalah : Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan dengan membentuk tim pengawasan pengendalian;
5. Penetapan Subyek dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee;
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah: Penetapan untuk kelebihan maksimum dan tanah absentee sebagai obyek; Penetapan para penerima redistribusi tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee berdasarkan hasil sidang penitia; Penerbitan Surat Keputusan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian; Dan prosesnya semua meliputi 6(enam) item.
6. Penyelesaian Tanah Ulayat
Kewenangan pemerintah Kabupaten/ Kota adalah: Pengusulan rancangan Peraturan daerah tentang penetapan tanah ulayat; Pengusulan pemetaan dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah kepada kantor pertanahanKabupaten/Kota; Penanganan masalah tanah ulayat melalui musyawarah dan mufakat; Dan semua prosesnya semuanya meliputi 6 (enam) item.
7. Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong.
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota adalah : Penetapan bidang –bidang tanah untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lainberdasarkan perjanjian ; Penetapan untuk tanaman pangan musiman dengan  mengutamakan masyarakat setempat; Penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian dan semua prosesnya. Kewenangan dalam sub bidang ini terinci dalam 4 (empat) item.
Tanah kosong adalah tanah hak atau tanah-tanah yang telah terdapat dasar penguasaannya, yang dalam jangka waktu tertentu tidak atau belum dimanfaatkan oleh yang bersangkutan. Terhadap tanah-tanah kosong tersebut, tugas Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi, identifikasi, pengaturan dan menentukan kebijakan pemanfaatan sesuai dengan  Peraturan Menteri N egara Agraria/Kepala Badan Pertanah Nasional Nomor 3 tahun 1998 tentang pemanfaatan tanah kosong untuk tanaman pangan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional.
8. Pembarian Izin Membuka Tanah
Kewenangan pemerintahan Kabupaten/ Kota : Penerimaan dan pemeriksaan permohonan; Pemeriksaan lapangan dengan memperhatikan kemampuan tanah, status tanah dan RencanaUmum Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten kota; Penerbitan izin membuka tanah dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari kantor pertanahan Kabupaten/ Kota; Pengawasan dan pengendalian penggunaan izin membuka tanah. Urusan ini adalah urusan pemerintah, diberikan kepada pemerintahan Kabupaten/ Kota dalam Tugas Pembantuan.
Ijin membuka tanah yang semula diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah  dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 593/5707/SJ dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Sampai saat ini pemberian ijin membuka tanah belum diatur kembali sehingga penataan danpenerbitan kegiatan membuka tanah menjadi tidak terkendali. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pembukaan tanah yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan-kawasan hutan, taman nasional, kawasan lindung , dan kawasan konservasi lainnya.
9. Perencanaan Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/ Kota
Sub bidang ini sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintahan Kabupaten/Kota yang meliputi pembentukan tim koordinasi tingkat kabupaten / Kota; Rencana Tata Ruang Wilayah; Rencana pembangunan yang akan menggunakan tanah baik rencana pemerintah, pemerintah Kabupaten/ Kota, maupun investasi swasta; Dan prosesnya. Kewenangan dalam sub bidang ini terinci dalam 10 item.
Perencanaan penggunaan tanah adalah membuat rencana letak kegiatan penggunaan tanah yang sesuai dengan fungsi kawasan dan memperhatikan aspek tata ruang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.

Pemerintah Provinsi
1.        Sub Bidang Izin Lokasi
·     Penyiapan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan dari kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi terkait.
·     Pembuatan peta lokasi sebagai lampiran surat keputusan izin lokasi yang diterbitkan.
·     Penerbitan surat keputusan izin lokasi.
·     Pertimbangan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan surat keputusan izin lokasi atas usulan kabupaten/kota dengan pertimbangan kepala kantor wilayah BPN provinsi
·     Monitoring dan pembinaan perolehan tanah.
·     Penerimaan permohonan dan pemeriksaan kelengkapan persyaratan.
2.        Sub Bidang Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
·     Penetapan lokasi.
·     Pelaksanaan penyuluhan.
·     Pelaksanaan inventarisasi.
·     Pembentukan Tim Penilai Tanah (khusus DKI).
·     Pelaksanaan musyawarah.
·     Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
·     Pelaksanaan pemberian ganti kerugian.
·     Pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.
3.        Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan.
·     Penerimaan dan pengkajian laporan pengaduan sengketa tanah garapan.
·     Penelitian terhadap obyek dan subyek sengketa.
·     Pencegahan meluasnya dampak sengketa tanah garapan.
·     Koordinasi dengan instansi terkait untuk menetapkan langkah-langkah penanganannya.
·     Fasilitasi musyawarah antar pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak.
4.        Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan
·     Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan.
·     Pembinaan dan pengawasan pemberian ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan.
5.        Penetapan Subyek dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee;
·     Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.
·     Pembentukan panitia     pertimbangan landreform nasional.
·     Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan penetapan subyek dan obyek tanah,  ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.
6.        Penetapan tanah Ulayat
·     Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat.
·     Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat.
7.        Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong
·     Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pelaksanaan pembinaan dan pengendalian pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong.
·     Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong.
8.        Izin membuka tanah
·     Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pelaksanaan pembinaan dan pengendalian pemberian izin membuka tanah.
·     Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan ijin membuka tanah.

9.        Perencanaan Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/ Kota
·     Penetapan kebijakan  nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria perencanaan penggunaan tanah di wilayah kabupaten/kota.
·     Pembinaan, pengendalian dan monitoring terhadap pelaksanaan perencanaan penggunaan tanah di wilayah kabupaten/ kota.

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) PP No. 38 tahun 2007. Pemerintahan daerah Provinsi dan Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota perlu mengatur pelaksanaan urusan yang diserahkan oleh pemerintah tersebut. Produk hukum pengaturan dimaksud tidak lain adalah Peraturan daerah. Hal tersebut berarti pasal 6 yat (1) PP No. 38 tahun 2007 mengandung perintah agar dalam melaksanakan kewenangan mengurus urusan pertanahan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota membuat Peraturan daerah, tidak cukup hanya dengan produk hukum Surat Keputusan Gubernur atau Surat Keputusan Bupati/Wali Kota, karena istilah pemerintahan mencakup DPRD dan Gubernur serta Bupati/Wali Kota. Sedangkan istilah pemerintah hanya Gubernur serta Bupati/wali Kota yang merupakan lembaga eksekutf di Daerah. Peraturan daerah adalah suatu bentuk Peraturan Perundang-undangan. Menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Menurut pasal angka 7 Undang-Undang tersebut , Peraturan Daerah adalah Peraturan Perudang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Keterangan :
Pasal 2
(4) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. perumahan;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i. pertanahan;
j. kependudukan dan catatan sipil;
k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m. sosial;
n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan dan pariwisata;
r. kepemudaan dan olah raga;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi
keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,
dan persandian;
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. statistik;
w. kearsipan;
x. perpustakaan;
y. komunikasi dan informatika;
z. pertanian dan ketahanan pangan;
aa. kehutanan;
bb. energi dan sumber daya mineral;
cc. kelautan dan perikanan;


Pasal 3
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian
.
Pasal 4
(1) Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

Pasal 6
(1)Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi kewenangannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar