P E N D A H
U L U A N
1.1.Latar Belakang
Hubungan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
Ditinjau dari sudut hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat dilihat dari Adanya hubungan dalam penye¬lenggaraan pemerintahan,Kebijakan desentralisasi dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah Nasional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara. Peran Pusat dalam kerangka otonomi Daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan (capacity building) agar Daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak pada tataran pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya Daerah berwenang membuat kebijakan Daerah. Kebijakan yang diambil Daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi yaitu norma, standard dan prosedur yang ditentukan Pusat.
Ditinjau dari sudut hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat dilihat dari Adanya hubungan dalam penye¬lenggaraan pemerintahan,Kebijakan desentralisasi dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah Nasional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara. Peran Pusat dalam kerangka otonomi Daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan (capacity building) agar Daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak pada tataran pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya Daerah berwenang membuat kebijakan Daerah. Kebijakan yang diambil Daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi yaitu norma, standard dan prosedur yang ditentukan Pusat.
Beberapa waktu belakangan
semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu
topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan bahan
kajian dari berbagai kalangan, baik pemerintah, lembaga perwakilan rakyat,
kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masayarakat awam. Semua pihak
berbicara dan memberikan komentar tentang “otonomi daerah” menurut pemahaman
dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai
kalangan terhadap otonomi daerah sangat disebabkan perbedaan sudut pandang dan
pendekatan yang digunakan.
Sebenarnya “otonomi daerah”
bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia , konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial
Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Semenjak awal kemerdekaan
samapi sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945 menganut sistem otonomi
daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak otonomi dan medebewind
yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem
otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip otonomi
daerah yang nyata dan bertanggung. Sedangkan saat ini di bawah UU 22/1999
dianut prinsip otonoi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
1.2.RumusanMasalah
1.
Bagaimana Prinsip dan
Tujuan Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah?
2.
Pengaruh Pembagian
kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Otonomi Daerah?
1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Prinsip
dan Tujua Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah ini, adalah “memberikan
penjelasan tentang Prinsip dan Tujuan dari pembagian kewenangan Pemerintah
Pusat dan daerah serta pengaruhnya dalam Otonomi daerah”
BAB II
P E M B A H A S A N
2.1.Pengertian Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemerintah
Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang sebagai badan
eksekutif daerah. Artinya, lembaga eksekutif terdiri dari kepala daerah beserta
perangkat daerah otonom yang lain (HAW Widjaja, 2001: 9).Pemerintahan Daerah
menurut Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
menurut Asas Otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah
Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Pemerintahan
Pusat berdasarkan Ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Pusat selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah Negara
Republik Indonesia sebagai mana dimaksud dalam Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2.2.Prinsip Pembagian Kewenangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
Indonesia
sebagai negara kesatuan maka dalam
negara Indonesia tidak dikenal negara
dalam negara sebagaimana layaknya pada negara federal. Meskipun demikian, secara teoritis negara kesatuan mengenal dua bentuk, yakni negara kesatuan
dengan sistem sentralisasi dan negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi.Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 indonesia adalah negara kesatuan yang menganut sistem desentralisasi,
sehingga dikenal adanya pemerintahan
daerah . Keberadaan pemerintah daerah
itu setelah UUD 1945 diamandemen terdiri Dari Pemerintah Daerah Propinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Seperti telah dikemukakan, bahwa dalam negara kesatuan kekuasaan pemerintahan berada dalam
satu tangan pemerintah, tetapi dengan
asas desentralisasi kekuasaan pemerintahan itu dapat didistrubusikan
kepada pemerintah daerah. Dalam kaitannya dengan pemencaran kekuasaan
pemerintahan itu sepanjang sejarah pemerintahan daerah di Indonesia telah dikenal berbagai model dalam rangka apa yang menjadi urusan pusat
dan apa yang menjadi urusan daerah.Dari sejumlah Peraturan Perundang-undangan
yang pernah berlaku dan sekarang masih
berlaku dikenal pula berbagai prinsip pemencaran kekuasaan pemerintahan
antara pusat dan daerah, yakni ; (1)
penyerahan urusan; (2) pembagiian kewenangan dan (3) dibawah keberlakuan UU No
32 Tahun 2004 dilakukan dibawah model pembagian urusan antara pemerintah
pusat dan daerah. Masing konsep itu tentu memiliki konsekuensi
tersendiri turut mempengaruhi hubungan
pemerintah pusat dan daerah.
Pola
penyerahan urusan kepada daerah, maka
apa yang menjadi urusan rumah tangga pemerintah daerah tergantung pada
ada atau tidak adanya penyerahan urusan kepada daerah untuk diatur dan diurus
sendiri sebagai urusan ruimah tangganya.
Dengan pola penyerahan urusan besar kecilnya urusan otonomi daerah tergantung
pada kebijakan politik pemerintah pusat
atau pemerintah tingkat atas. Sementara berdasarkan pola pembagian
kewenangan, antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah sudah ditegaskan apa yang menjadi kewenangan masing-masing
dan yang dibagi bukan urusan tetapi
kewenangan.
Konsep
pembagian kewenangan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah sebagai dianut dibawah UU No 22 Tahun 1999 yang dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 kembali dikoreksi dan diganti
dengan konsep Pembagian urusan antara pusat dan daerah sebagaimana dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007.
Secara substansi dan filofis tentu ada perbedaan yang mendasar
antara konsep pembagian kewenangan dan
konsep pembagian urusan, meskipun dalam prakteknya bagi pemerintah daerah tidak
dirasakan. Hal ini terutama kalangan pemerintah daerah lebih fokus pada adanya
urusan. Padahal terdapat suatu perbedaan yang mendasar mengelola pemerintahan
daerah dibawah konsep pembagian kewenangan dengan konsep pembagian
urusan.Bagaimana peralihan konsep pembagian kewenangan ke konsep pembagian urusan sebagai
isi rumah tangga daerah tentulah dapat dipahami dengan memperbandingkan
antara PP No 25 Tahun 2000 dengan PP No 38 Tahun 2007.
2.3.Tujuan Pembagian Kewenangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
Dasar
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat dilacak dalam kerangka konstitusi
NKRI. Dalam UUD 1945 terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan yakni :
a). Nilai unitaris : Nilai dasar unitaris
diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan
pemerintah lain di dalamnya yang bersifat Negara. Artinya kedaulatan yang
melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di
antara kesatuan-¬kesatuan pemerintahan regional atau lokal.
b). Nilai desentralisasi : Nilai dasar
desentralisasi diwujudkan dengan pembentukan daerah otonom dan penyerahan
kewenangan untuk menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan yang telah
diserahkan atau diakui Sebagai domain rumah tangga daerah otonom tersebut.
Dikaitkan
dengan dua nilai dasar konstitusi tersebut, penyelenggaraan desentralisasi di
Indonesia terkait erat dengan pola pembagian kewenangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Hal ini karena dalam penyelenggaraan desentralisasi
selalu terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah otonom dan
penyerahan kewenangan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
untuk mengatur dan mengurus bagian-¬bagian tertentu urusan pemerintahan.
Sesuai
UUD 1945, karena Indonesia adalah “Eenheidstaat”, maka di dalam lingkungannya
tidak dimungkinkan adanya daerah yang bersifat staat juga. Ini berarti bahwa
sebagai pembatas besar dan luasnya daerah otonom dan hubungan kewenangan antara
pemerintah pusat dan daerah adalah menghindari daerah otonom menjadi negara
dalam negara. Dengan demikian pembentukan daerah otonom dalam rangka
desentralisasi di Indonesia memiliki ciri¬-ciri :
a). Daerah Otonom tidak memiliki kedaulatan
atau semi kedaulatan layaknya di negara federal;
b). Desentralisasi dimanifestasikan dalam
bentuk penyerahan atas urusan pemerintahan;
c). Penyerahan urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada butir b; tersebut di atas utamanya terkait dengan pengaturan dan
pengurusan kepentingan masyarakat setempat (lokalitas) sesuai dengan prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dengan
demikian jelaslah bahwa desentralisasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan
bernegara dalam kerangka kesatuan bangsa (national unity) yang demokratis
(democratic government). Dalam konteks UUD 1945, selalu harus diperhatikan
keseimbangan antara kebutuhan untuk menyelenggarakan desentralisasi dengan
kebutuhan memperkuat kesatuan nasional. Oleh sebab itu ciri umum
penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 adalah :
1)
Pemerintah daerah
merupakan hasil pembentukan oleh Pemerintah, bahkan dapat dihapus oleh
Pemerintah melalui proses hukum apabila daerah tidak mampu menjalankan
otonominya setelah melalui fasilitasi pemberdayaan;
2)
Dalam rangka
desentralisasi, di wilayah Indonesia dibentuk Provinsi dan di wilayah Provinsi
dibentuk Kabupaten dan Kota sebagai daerah otonom;
3)
Sebagai konsekuensi
ciri butir 1 dan 2, maka kebijakan desentralisasi disusun dan dirumuskan oleh
Pemerintah, sedangkan penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan melibatkan
masyarakat sebagai cerminan pemerintahan yang demokratis;
4)
Hubungan antara
pemerintah daerah otonom dengan pemerintah nasional (Pusat) adalah bersifat
tergantung (dependent) dan bawahan (sub¬ordinate). Hal ini berbeda dengan
hubungan antara pemerintah negara bagian dengan pemerintah federal yang
menganut prinsip federalisme, yang sifatnya independent dan koordinatif;
5)
Penyelenggaraan
desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan pemerintahan yang
didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi
Pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi Lembaga Negara
yang membidangi legislatif atau lembaga pembentuk Undang-Undang dan yudikatif
ataupun lembaga Negara yang berwenang mengawasi keuangan Negara.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang di desentralisasikan menjadi
kewenangan Kepala Daerah dan DPRD untuk melaksanakannya sesuai dengan mandat
yang diberikan rakyat.
Persebaran urusan pemerintahan ini memiliki dua
prinsip pokok :
x
Selalu terdapat urusan
pemerintahan yang umumnya secara universal tidak dapat diserahkan kepada daerah
karena menyangkut kepentingan kelangsungan hidup bangsa dan negara seperti
urusan pertahanan-keamanan, politik luar negeri, moneter, dan peradilan;
x
Tidak ada urusan
pemerintahan yang sepenuhnya dapat diserahkan kepada daerah. Untuk
urusan¬-urusan pemerintahan yang berkaitan kepentingan lokal, regional dan
nasional dilaksanakan secara bersama (concurrent). Ini berarti ada
bagian-bagian dari urusan pemerintahan tertentu yang dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota, ada bagian-bagian yang diselenggarakan oleh Provinsi dan bahkan
ada juga yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Diperlukan adanya hubungan
koordinasi antar tingkatan pemerintahan agar urusan-urusan pemerintahan yang
bersifat concurrent tersebut dapat terselenggara secara optimal.
Mengingat
urusan pemerintahan bersifat dinamis maka dalam penyerahan urusan Pemerintahan
tersebut selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Untuk menjamin
kepastian, perubahan perubahan tersebut perlu didasarkan pada peraturan
perundang-undangan.Oleh sebab itu selalu ada dinamika dalam distribusi urusan
pemerintahan (inter-governmental function sharing) antar tingkatan
pemerintahan; Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat. Secara universal
terdapat dua pola besar dalam merumuskan distribusi urusan pemerintahan,yakni
(1) Pola-general competence (otonomi luas)
Dalam
pola otonomi luas dirumuskan bahwa urusan-¬urusan yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat bersifat limitatif dan sisanya (urusan residu) menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah.
(2) Pola ultra vires (otonomi terbatas).
Prinsip Ultra Vires adalah urusan-urusan Daerah
yang ditentukan secara limitatif dan sisanya (urusan residu) menjadi kewenangan
Pusat.
Dalam
rangka melaksanakan otonomi daerah Provinsi dipimpin oleh Kepala Daerah
Provinsi yang disebut Gubernur yang juga bertindak sebagai wakil Pusat di
Daerah. Sebagai wakil Pemerintah di Daerah, Gubernur melakukan supervisi,
monitoring, evaluasi, fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas (capacity building)
terhadap Kabupaten/Kota yang ada di wilayahnya agar otonomi daerah
Kabupaten/Kota tersebut bisa berjalan secara optimal. Sebagai wakil Pemerintah
di daerah, Gubernur juga melaksanakan urusan-urusan nasional yang tidak
termasuk dalam otonomi daerah dan tidak termasuk urusan instansi vertikal di
wilayah Provinsi yang bersangkutan. Disamping itu, sebagai wakil Pemerintah di
daerah, Gubernur mempunyai peranan selaku “Integrated Field Administration”
yang berwenang mengkoordinir semua instansi vertikal yang ada di Provinsi yang
bersangkutan disamping melakukan supervisi dan fasilitasi terhadap Kabupaten/
Kota yang ada di wilayahnya.
Gubernur
mempunyai “Tutelage Power” yaitu menjalankan kewenangan Pusat untuk membatalkan
kebijakan Daerah bawahannya yang bertentangan dengan kepentingan umum ataupun
peraturan perundangan yang lebih tinggi. Sebagai konsekuensi dari prinsip
tersebut maka diperlukan pengaturan yang sistematis yang menggambarkan adanya
kewenangan Gubernur yang berkaitan dengan koordinasi, pembinaan dan
pengawasan.Selain urusan pemerintahan yang diselenggarakan secara sentralisasi,
terdapat urusan pemerintahan yang diselenggarakan secara desentralisasi.
Desentralisasi dalam arti luas dapat dilakukan secara devolusi, dekonsentrasi,
privatisasi dan delegasi (Rondinelli & Cheema, 1983). Pemahaman devolusi di
Indonesia mengacu kepada desentralisasi sedangkan delegasi terkait dengan
pembentukan lembaga semi pemerintah (Quasi Government Organisation/Quango) yang
mendapatkan delegasi Pemerintah untuk mengerjakan suatu urusan yang menjadi
kewenangan Pemerintah (Muthallib & Khan, 1980). Lembaga yang terbentuk
berdasarkan prinsip delegasi dapat berbentuk Badan Otorita, Badan Usaha Milik
Negara, Batan, LEN, Bakosurtanal dsb.
Dalam
konsep otonomi luas, maka urusan pemerintahan yang tersisa di Daerah (residual
functions) atau Tugas Pemerintah lainnya yang belum ditangani dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah. Hal inilah yang sering dikelompokkan dalam pelaksanaan azas vrisj
bestuur. Vrisj Bestuur yang bersifat lintas Kabupaten/Kota menjadi kewenangan
Propinsi sedangkan yang lokal menjadi kewenangan Kabupaten/ Kota. Konsep
privatisasi berimplikasi pada dilaksanakannya sebagian fungsi-fungsi yang
sebelumnya merupakan kewenangan Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah oleh pihak
swasta. Variant lainnya dari privatisasi adalah terbukanya kemungkinan
kemitraan (partnership) antara pihak Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
pihak swasta dalam bentuk Built Operate Own (BOO), Built Operate Transfer
(BOT), management contracting out dsb.
Penyelenggaraan
tugas pembantuan (Medebewind) diwujudkan dalam bentuk penugasan oleh pemerintah
pusat kepada Daerah atau Desa atau oleh Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Desa
untuk melaksanakan suatu urusan pemerintahan. Pembiayaan dan dukungan sarana
diberikan oleh yang menugaskan sedangkan yang menerima penugasan wajib untuk
mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas tersebut kepada yang menugaskan.
Penyelenggaraan
Pemerintahan Nasional dilaksanakan oleh Departemen dan Kementrian Negara serta
LPND. Untuk melaksanakan kewenangan Pusat di Daerah digunakan alas
dekonsentrasi yang dilaksanakan oleh instansi vertikal balk yang wilayah
yurisdiksinya mencakup satu wilayah kerja daerah otonom maupun mencakup
beberapa wilayah kerja daerah otonom seperti adanya KODAM, POLDA, Kejaksaan,
Badan Otorita Pusat di Daerah dan lain-lainnya. Penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan DPRD yang bekerja atas dasar
kemitraan dan bukan membawahkan satu sama lainnya. Dalam menyusun dan
merumuskan kebijakan daerah, kedua institusi tersebut bekerjasama dengan
semangat kemitraan. Namun pada saat pelaksanaan (implementasi), kedua institusi
memiliki fungsi yang berbeda. Kepala Daerah melaksanakan kebijakan Daerah dan
DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan daerah. Dalam rangka
mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) diadopsi prinsip
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif, efisien, transparan,
demokratis, partisipatif, dan akuntabel. Oleh sebab itu hubungan antar Kepala
Daerah, DPRD, dan masyarakat daerah dalam rangka checks and balances menjadi
kebutuhan mutlak.
Perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi salah sate ciri penting pelaksanaan
otonomi daerah. Hal ini karena karakteristik sumber daya alam, sumber daya
buatan dan sumber daya manusia yang sangat beragam dari satu daerah dengan
daerah yang lain. Sebagai perwujudan nilai dasar konstitusi maka diperlukan
pengaturan tentang pembagian hasil atas pengelolaan sumber daya alam, buatan
maupun atas basil kegiatan perekonomian lainnya yang intinya untuk memperlancar
pelaksanaan otonomi daerah, dan pada saat yang sama memperkuat Negara Kesatuan
Republik Indonesia.Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan
desentralisasi yaitu tujuan politik sebagai refleksi dari proses demokratisasi
dan tujuan kesejahteraan. Tujuan politik akan memposisikan Pemda sebagai medium
pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal yang pada gilirannya secara
agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk
mempercepat terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan kesejahteraan akan
memposisikan Pemda sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi
untuk menyediakan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Pelayanan yang disediakan Pemda
kepada masyarakat ada yang bersifat regulative (public regulations) seperti
mewajibkan penduduk untuk mempunyai KTP, KK, IMB dan sebagainya. Sedangkan
bentuk pelayanan lainnya adalah yang bersifat penyediaan public goods yaitu
barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti jalan, pasar, rumah
sakit, terminal dan sebagainya. Apapun barang dan regulasi yang disediakan oleh
Pemda haruslah menjawab kebutuhan rid warganya. Tanpa itu, Pemda akan kesulitan
dalam memberikan akuntabilitas atas legitimasi yang telah diberikan warga
kepada Pemda untuk mengatur dan mengurus masyarakat. Untuk itulah maka seluas
apapun otonomi atau kewenangan yang dilaksanakan oleh Daerah, kewenangan itu
tetap ada batas–batasnya, yaitu rambu-rambu berupa pedoman dan arahan, serta
kendali dari Pemerintah, balk berupa UU, PP, atau kebijakan lainnya.
Disamping
itu haruslah kewenangan tersebut berkorelasi dengan kebutuhan riil masyarakat.
Kewenangan tersebut yang memungkinkan Daerah mampu memberikan pelayanan publik
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Argumen inilah yang menjadi dasar
kenapa urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah dikelompokkan menjadi dua
yaitu urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib berkorelasi dengan
penyediaan pelayanan dasar dan urusan pilihan terkait dengan pengembangan
potensi unggulan yang menjadi ke-khas-an daerah yang bersangkutan.
Dari
tujuan demokratisasi dan kesejahteraan diatas, maka misi utama dari keberadaan
Pemda adalah bagaimana mensejahterakan masyarakat melalui penyediaan pelayanan
publik secara efektip, efisien dan ekonomis serta melalui cara¬cara yang
demokratis. Untuk mampu menyediakan pelayanan publik yang optimal dan mempunyai
kepastian maka untuk penyediaan pelayanan dasar diperlukan adanya Standard
Pelayanan Minimum (SPM). SPM yang menjadi “benchmark” bagi Pemda dalam mengatur
aspek kelembagaan, personil, keuangan, dan mengukur kinerja dalam penyediaan
pelayanan publik. Sisi demokratisasi pada Pemda berimplikasi bahwa Pemda
dijalankan oleh masyarakat daerah sendiri melalui wakil-wakil rakyat yang
dipilih secara demokratis. Dalam menjalankan misinya untuk mensejahterakan
rakyat, wakil-wakil rakyat tersebut akan selalu menyerap, mengartikulasikan
serta mengagregasikan aspirasi rakyat tersebut kedalam kebijakan¬-kebijakan
publik di tingkat lokal. Namun kebijakan publik di tingkat lokal tidak boleh
bertentangan dengan kebijakan publik nasional dan diselenggarakan dalam
koridor-koridor norma, nilai dan hukum positif yang berlaku pada negara dan
bangsa tersebut.
Pemerintahan
daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan
pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut
meliputi:
a). Hubungan wewenang
b). Keuangan
c). Pelayanan umum
d). Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya.
Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan
administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.
A. Hubungan Wewenang
1. Pembagian urusan Pemerintahan
Ketentuan hukum yang mengatur lebih lanjut
hubungan antara pempus dan pemda sebagai penjabaran dari dasar konstitusioanal
adalah Pasal 10-18 UU Nomor 32 Tahun 2004.Dalam kaitannya dengan hubungan
pempus dan pemda maka adanya pembagian wewenang urusan pemerintahan. Pembagian
urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakekatnya dibagi dalam 3 kategori,
yaitu :
a). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah pusat (pemerintah)
b). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah provinsi
c). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah Kabupaten/Kota
2. Kriteria Pembagian urusan antar Pemerintah,
daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang
concurren (artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan pemerintah
daerah) secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah
Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar
susunan pemerintahan sebagai suatu sistem antara hubungan kewenangan
pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
Kabupaten/kota, atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung
dan sinergis.
a). eksternalitas
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan
bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan
kabupaten/kota, apabila regional menjadi kewenangan provinsi, dan apabila
nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
b). akuntabilitas
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu
bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan
dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian
akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada
masyarakat akan lebih terjamin.
c). efisiensi
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana,
dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang
harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian
urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna
dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan
apabila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada
Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian
urusan akan lebih berdayaguna dan berhasil guna bila ditangani oleh Pemerintah
maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah. Untuk itu
pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup
wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran dayaguna dan
hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi. Sedangkan yang dimaksud dengan
keserasian hubungan yakni bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintah yang
dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan
(inter-koneksi), saling tergantung (inter-dependensi), dan saling mendukung
sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.
2. Urusan Pemerintah yang menjadi urusan pempus
Urusan pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan
yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah,
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah meliputi:
a. Politik luar negeri; mengangkat pejabat
diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga
internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan
negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya
b. Pertahanan; misalnya mendirikan dan
membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara
atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan
sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib
militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;
c. Keamanan; misalnya mendirikan dan membentuk
kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap
orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang
kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya
d. Yustisi; misalnya mendirikan lembaga
peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan,
menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti,
abolisi, membentuk undangundang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain
sebagainya
e. Moneter dan fiskal nasional; misalnya
mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peredaran uang dan sebagainya
f. Agama ; misalnya menetapkan hari libur
keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap
keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan
keagamaan dan sebagainya.
Urusan
pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan
yaitu semua urusan pemerintahan di luar urusan pempus meliputi :
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum
d. perumahan;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i. pertanahan;
j. kependudukan dan catatan sipil;
k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak;
l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m. sosial;
n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan dan pariwisata;
r. kepemudaan dan olah raga;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi keuangan daerah, perangkat daerah kepegawaian, dan persandian;
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. statistik;
w. kearsipan;
x. perpustakaan;
y. komunikasi dan informatika;
z. pertanian dan ketahanan pangan;
3. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Dalam menyelenggarakan 6 urusan pemerintahan
(pasal 10 ayat 3 UU No.32/2004) Pemerintah :
a). menyelenggarakan sendiri
b). dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan
kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau
c). dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah
dan/atau pemerintahan desa.
Di samping itu, penyelenggaraan di luar 6
urusan pemerintahan (Pasal 10 ayat 3) Pemerintah dapat :
a). menyelenggarakan sendiri sebagian urusan
pemerintahan, atau
b). melimpahkan sebagian urusan pemerintahan
kepada Gubernur selaku wakil pemerintah,
c). atau menugaskan sebagian urusan kepada
pemerintah daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
4. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemda
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria-kriteria,
terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
a). Urusan wajib artinya : Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan
minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan
wajib menurut penjelasan UU No.32/2004 artinya suatu urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara seperti perlindungan hak
konstitusional, pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal,
prasarana lingkungan dasar; perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan
masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan
NKRI; dan pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan
konvensi internasional.
b). Urusan pilihan artinya : baik untuk
pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpetensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,kekhasan dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan menurut PP No 38/2007 meliputi :
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian;
c. kehutanan;
d. energi dan sumber daya mineral;
e. pariwisata;
f. industri;
g. perdagangan; dan
h. ketransmigrasian
Urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana
dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur juga disertai dengan
pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang
meliputi (Pasal 13 UU No 32 tahun 2004):
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan
tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi
sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas
kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas
kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha
kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas
kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal
termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang
belum dapatdilaksanakan oleh kabupaten/kota
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala
kabupaten/kota (psl 14) meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan
tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha
kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
l. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
m. pelayanan administrasi penanaman modal;
n. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
o. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Pemerintahan
daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan
urusan pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri/kepala lembaga pemerintah
non departemen untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan.Pembagian
urusan antar pemerintah, pemprov dan pemkab diatur lebih lanjut dalam PP No 38
tahun 2007.
Kewenangan
untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan
untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat)
mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak
atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi
tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi dimaksud.
B A B III
P E N U T U P
3.1.Kesimpulan
Dari
sejumlah Peraturan Perundang-undangan yang
pernah berlaku dan sekarang masih berlaku dikenal pula berbagai prinsip pemencaran kekuasaan pemerintahan
antara pusat dan daerah, yakni ; (1) penyerahan
urusan; (2) pembagian kewenangan dan (3) dibawah keberlakuan UU No
32 Tahun 2004 dilakukan dibawah model pembagian urusan antara pemerintah
pusat dan daerah. Masing konsep itu tentu memiliki konsekuensi
tersendiri turut mempengaruhi hubungan
pemerintah pusat dan daerah.
Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui
kebijakan desentralisasi yang merupakan bentuk dari pembagian kekuasaan pusat
dan daerah yaitu tujuan politik sebagai refleksi dari proses demokratisasi dan
tujuan kesejahteraan. Tujuan politik akan memposisikan Pemda sebagai medium pendidikan
politik bagi masyarakat di tingkat lokal yang pada gilirannya secara agregat
akan berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mempercepat
terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan kesejahteraan akan memposisikan
Pemda sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk
menyediakan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar