Sabtu, 06 Juli 2013

BEDAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NO.7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BEDAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NO.7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

A.    ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
NO
ASAS
URAIAN

FORMIL

1
Kejelasan tujuan
Melalui bagian konsiderans di dalam Perda Provinsi Jawa Tengah No. 7 Tahun 2010 ini dapat dilihat bahwa tujuan dikeluarkannya perda tersebut adalah perlunya menciptakan kemudahan pelayanan untuk meningkatkan realisasi penanaman modal dan kesejahteraan masyarakat dengan menjadikan Jawa Tengah menjadi daerah yang menarik bagi penanaman modal.
2
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Perda ini sudah memenuhi asas kelembagaan/organ pembentuk yang tepat yaitu DPRD Provinsi Jawa Tengah dan Gubernur Jawa Tengah.
3
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Di dalam perda ini telah diatur materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya, yaitu memuat peraturan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi
4
Dapat dilaksanakan
Peraturan daerah ini secara filosofis, yuridis dan sosiologis dapat dilaksanakan
5
Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Perda ini telah memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam menciptakan kemudahan pelayanan untuk meningkatkan realisasi penanaman modal.
6
Kejelasan rumusan
Perda ini telah memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7
Keterbukaan
Dalam proses Pembentukan Peraturan Daerah ini mulai dari pencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.


MATERIIL

1
Pengayoman
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketenteraman masyarakat.
2
Kemanusiaan
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional
3
Kebangsaan
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4
Kekeluargaan
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5
Kenusantaraan
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
6
Kebhinneka Tunggal Ika-an
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaza khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7
Keadilan
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporcional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9
Ketertiban dan kepastian hukum
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
10
Keseimbangan, kesetaraan dan keselarasan
setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.




B.     KONTROVERSI DALAM PERDA JAWA TENGAH NO.7/2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH
Kontroversi pertama, di dalam pasal 2 peraturan Daerah Nomor 7  disebutkan bahwa salah satu asas dari penanaman modal didasarkan pada “perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal penanam modal.” Dari sini dapat ditangkap pemahaman bahwa pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah dalam hal ini berkomitmen untuk memperlakukan secara sama atau sejajar kepada para pemodal di daerah propinsi Jawa Tengah baik itu pemodal yang berasal dari dalam negeri maupun pemodal yang berasal dari luar negeri. Perhatikan bunyi pasal 12 ayat 1 dan ayat 2 berikut dibawah ini :
Pasal 12 ayat (1)
Penanaman modal dalam negeri dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum,tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan
Pasal 12 ayat (2)
Penanaman modal asing wajib dalam berbentuk perseorangan terbatas (PT) berdasarkan hukum di Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara RI ,kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang
Perhatikan juga bunyi pasal 13 ayat (1) berikut ini :
Psal 13 ayat (1)
Setiap penanaman modal yang menanamkan modalnya di daerah wajib memiliki ijin penanaman modal dari gubernur kecuali penanam modal mikro dan kecil
Penulis melihat adanya ketidak konsistenan dalam ketentuan yang menyebutkan bahwa antara pemodal dalam negeri dan pemodal luar negeri “diperlakukan sama “ dalam peraturan daerah tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 2 peraturan daerah tersebut. Dalam ketentuan pasal 2 tersebut dikatakan bahwa semua pemodal yang menanamkan modalnya di daerah propinsi Jawa Tengah diperlakukan sama tanpa perkecualian,tetapi di dalam pasal 12 dan 13 ketentuannya berbunyi bahwa para penanam modal itu tidak diperlakukan sama.
Di dalam pasal 12 ayat 2 tersebut menyebutkan bahwa penanam modal dari luar negeri harus berbentuk perseroan terbatas (PT) kecuali penanam modal yang berasal dari dalam negeri. Sedangkan pemilik modal dalam negeri untuk mendapatkan ijin tidak perlu berbentuk PT kecuali penanam modal yang berskala mikro atau kecil. Dari perbedaan perlakukan ini akan memunculkan kontroversi lebih lanjut. Dimana kontroversinya ?
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah melalui peraturan daerah nomor 7 tahun 2010 seakan-akan memberikan peluang bagi para pemodal luar negeri yang bermodal besar saja, indikasinya dapat dilihat dari ketentuan yang menyebutkan bahwa pemilik modal luar negeri yang bisa menanamkan modalnya di dalam negeri hanya pemilik modal yang berbadan hukum PT saja. Sebagaimana diketahui bahwa untuk menjadi sebuah PT tentunya modal yang tersedia harus cukup besar atau dapatlah dikatakan bahwa modal besar adlah syarat utama bagi pemodal luar negeri untuk menjadi sebuah PT. Berangkat dari asas persaingan yang digunakan dalam penyelenggaraan penanaman modal di daerah propinsi Jawa Tengah, rupa-rupanya pemerintah propinsi Jawa Tengah bermaksud untuk menggiring para pengusaha kecil dan menengah di propinsi Jawa Tengah bersaing dengan para pemodal –pemodal dari luar negeri. Artinya, ketika ada pihak yang menang dalam pertarungan tersebut, maka konsekuensinya pihak yang kalah itu harus bersedia dicaplok oleh yang menang “gulung tikar.” Logikanya pertarungan ini kemudian membawa kita untuk mengakui bahwa biasanya pihak yang kuat (penanam modal besar) yang akan mampu mememnangkan pertarungan.
Kontroversi yang ke-2,  pasal 17 butir D        menyebutkan bahwa setiap penanam modal wajib, dalam hal perekrutan, mengutamakan tenaga daerah sepanjang memenuhi kriteria kecakapan yang diperlukan. Berangkat dari ketentuan ini yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana jika ada anggota warga masyarakat daerah propinsi Jawa Tengah yang tidak memiliki kecakapan yang diperlukan ? harus bekerja kemana orang-orang yang tidak memiliki kecakapan yang tidak diperlukan tersebut ? apa ukurannya seseorang dianggap memiliki kecakapan yang diperlukam oleh perusahaan bersangkutan ?
Pendidikan murah di Indonesia, pada saat ini, berhenti pada tingkatan SMP dan itupun hanya berlaku pada sekolah-sekolah berplat merah atau sekolah negeri. Selepas bersekolah di SMP dan kemudian orang ahrus melanjutkan sekolah di tingkat SMA orang akan disiksa oleh mahalnya ongkos dunia pendidikan terlebih lagi ketika masuk kuliah, tidak semua orang bisa masuk kulih karena mahalnya ongkos kuliah yang naudzubillahminzalik. Mahalnya ongkos dunia pendidikan selepas SMP ini secara logis akan berkonsekuensi terhadap banyaknya remaja usia sekolah yang tidak melanjutkan sekolahnya pada tingkatan yang lebih tinggi. Nah, berangkat dari banyaknya orang yang tidak memiliki pendidikan setingkat SMA , dihubungkan dengan syarat perekrutan di dunia kerja tersebut, maka sudah tentu akan banyak pengangguran karen syarat minimal yang biasanya ditentukan oleh perusahaan baik lokal maupun multinasional yang menanam kan modalnya di daerah adalah berpendidikan Perguruan tinggi. Pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah yang bertujuan ingin menyejahterakan rakyatnya dengan cara membuka kesempatan para pemodal menanamkan modalnya di daerah agar dapat terciptanya lapangan kerja akhirnya hanya omong kosong belaka. Kesejahteraan untuk rakyat propinsi Jwa Tengah akhirnya hanya kamuflase belaka jika tidak dibarengi dengan digratiskannya orang untuk bersekolah sampai tingkat Perguruan Tinggi atau Universitas.
Kontroversi yang ke-3, di dalam perda tersebut ditentukan bahwa perusahaan-perusahaan (para penanam modal ) diwajibkan untuk bersaing secara sehat. Berangkat dari ini pernyataan yang dapat disodorkan adalah : seperti apa persaingan usaha yang sehat itu ? apakah hanya mencegah praktik monopoli ? dan seperti apa persaingan yang tidak sehat yang dianggap merugikan kepentingan daerah ?
Pelarangan persaingan yang tidak sehat yang ditujukan untuk mencegah terjadinya praktik monopoli sebenarnya hanya menguntungkan para pemilik modal yang tentunya dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari aktivitas jual-beli hasil perodksi di pasar-pasar kapitalis. Namun bagaimana halnya dengan nasib rakyat kecil atau rakyat di lapisan akar rumput yang dirugikan oleh adanya persaingan tersebut, apakah perda propinsi Jawa Tengah memikirkan nasib mereka ? Akhirnya rakyat kecil di lapisan akar rumput harus mengalah dan tersingkir demi untuk kepentingan para pemilik modal yang menanamkan modalnya di daerah propinsi Jawa Tengah demi logika pertumbuhan yang mensyaratkan peningkatan konsumsi masyarakat berpunya dan peningkatan hasil produksi yang harga jualnya jauh dari masyarakat miskin dan tersingkir.
Kontroversi ke 4 , pada pasal 24 peraturan daerah nomor 7 tahun 2010 masyarakat daerah provinsi jawa tengah diposisikan sebagai pihak yang diharuskan untuk mendukung penanaman modal dan pemantau dilaksanakannya penanaman modal. Pemantauan tersebut dalam pasal 24 tersebut disebutkan dapat dilakukan oleh masyarakat secara sosiologis dan juga secara yuridis formal semata. Secara sosiologis adalah pemantauan dampak negatifnya dalam kehidupan masyarakat dan pemantauan secara yuridisnya adalah pemantauan terhadap dijalankannya atau tidak peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanaman modal oleh para penanam modal yang tengah menjalankan usahanya di provinsi Jawa Tengah. Lebih jauh lagi, melalui pasal 24 tersebut , masyarakat daerah provinsi jawa tengah diharapkan dapat menumbuhkembangkan dan memelihara rasa kebersamaan antara warga masyarakat dengan para penanam modal. Nah, untuk menunjang peran serta masyarakat tersebut Badan Penyelenggara Penanaman Modal Daerah dititahkan oleh Peraturan Daerah nomor 7 Tahun 2010 tersebut untuk memfasilitasi warga masyarakat Provinsi Jawa Tengah.
Ketentuan tentang peran serta masyarakat dalam penanaman modal ini sepertinya adalah strategi yang digunakan oleh pemilik modal dan pemerintah daerah untuk menjinakkan masa kritis. Dengan pelibatan dan pelatihan masyarakat terhadap penanaman modal tersebut masyarakat digiring untuk memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang menguntungkan para pemilik modal sambil mengalihkan dan membendung perhatian masa terhadap hal-haal yang bersifat merugikan kepentingan para pemilik modal seperti misalnya isu tentang kesejahteraan buruh, eksploitasi buruh dan hak-hak buruh secara fundamental.
Dengan dalih bahwa penanam modal lokal dan multinasional di daerah provinsi Jawa Tengah dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat, pemerintah daerah provinsi Jawa Tengan rupa-rupanya menyuntikkan kesadaran palsu pada masyarakat bahwa betapa berjasanya para penanam modal tersebut dalam membuka lapangan pekerjaan. Nah, karena jasanya tersebutlah pemerintah daerah pun secara implisit mewajibkan kepada masyarakat setempat untuk membalas jasa dari para pemilik modal tersebut dengan cara mendukung dan berperan serta memberikan kenyamanan kepada para pemilik modal yang tengah menjalankan usahanya di daerah provinsi Jawa Tengah. Berangkat dari sini patutlah kiranya dicurigai bahwa ketentuan tentang kesejahteraan yang dirumuskan didalam peraturan daerah provinsi Jawa tengah tersebut jangan-jangan hanya dijadikan sebagai alat semata bagi pemerintah daerah provinsi Jawa Tengah untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi para pemilik modal dalam menjalankan usahanya bukan semata-mata ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah.
Kontroversi ke 5, sangat mungkin dengan diberlakukannya peraturan daerah provinsi Jawa Terngah tersebut membuka peluang bagi penanam modal yang bergerak pada usaha ekspor dan impor. Sebagaimana yang telah terjadi bahwa banyak barang-barang yang berasal dari luar negeri yang didatangkan di dalam negeri untuk dipasarkan dimana barang-barang impor ini dalam kenyataannya sulit untuk disaingi oleh produk dalam negeri dimana produk dalam negeri ini justru rakyat kecillah yang memproduksinya.
Mari kita ambil contoh dari ketidakmampuan rakyat kecil dalam bersaing dengan produk dari luar negeritersebut, ambil saja contohnya petani. Barang impor yang lebih murah ketimbang barang lokat itu, pada kenyataannya membuat para petani tidak bisa bersaing dan sulit untuk mengembangkan usahanya. Bagaimana mau mengembangkan usaha, untuk sekedar dapat menjual barang dagangannya saja sulit sekali karena barang dari luar negeri lebih murah ketimbang barang dari dalam negeri.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar